REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Isu revisi Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri (PBM) No 8 dan 9 Tahun 2006 tentang pendirian rumah ibadah, terus menguat. Menurut Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, PBM itu sudah ideal dan toleran seperti Piagam Madinah yang dirancang Nabi Muhammad SAW.
“PBM ini merupakan bentuk kompromi terhadap semua agama. Isinya pun sudah ideal, tinggal pelaksanaannya,” kata Heryawan yang ditemui usai membuka Indonesia Development Camp di GOR C-Tra Arena, Bandung, Selasa (21/9) pagi.
Ia menilai keberadaan PBM layaknya Piagam Madinah yang toleran terhadap semua agama. Pada Piagam Madinah, ada tiga klausul penting diantara 60 pasal keseluruhan. Klausul tersebut yakni jika kaum Yahudi diserang, maka kaum Nasrani dan Muslim wajib untuk membantu serta sebaliknya, jika Muslim diserang, yahudi dan nasrani akan ikut turun membantu juga. “Saya harap, PBM ini dapat dilaksanakan dan ditaati oleh semua umat beragama,” imbaunya.
Mengenai kasus kekerasan terhadap jemaat HKBP Ciketing beberapa waktu lalu, ia mengatakan tengah dalam proses tindak lanjut oleh Polda Metro Jaya. Ia juga mengimbau agar jemaat HKBP Ciketing dapat menerima opsi yang telah ditawarkan Pemkot Bekasi. “Itu opsi terbaik untuk jemaat HKBP Ciketing. Semua pihak diharapkan tidak ada yang memprovokasi proses perdamaian yang tengah diupayakan,” harapnya.
Ia menuturkan, kedatangan tokoh HKBP tertinggi ke Kota Bekasi sempat dikhawatirkan beberapa pihak akan mengganggu proses perdamaian tersebut. Namun, lanjutnya, apa yang dikhawatirkan tidak terjadi. Petinggi tersebut malah mengimbau agar jemaat HKBP Ciketing dapat menerima opsi yang ditawarkan Pemkot Bekasi. “Semakin tinggi jabatan seseorang dalam lembaga keagamaan, pasti akan semakin arif. Saya percaya kedatangan petinggi tersebut tidak akan mengganggu proses perdamaian ini,” ujarnya.
Senada diucapkan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono. Menurut Agung, keberadaan PBM yang penting pelaksanaannya, bukan peraturan yang harus dicabut atau direvisi. Pasalnya, pelaksanaan PBM ini masih belum ditaati berbagai kalangan umat beragama dalam proses pembangunan tempat beribadah.
Ia menilai, tujuan PBM ini adalah untuk menjunjung kerukunan umat beragama. Bila memang harus direvisi, lanjutnya, harus dapat disepakati oleh semua pimpinan umat beragama agar tidak ada yang merasa didiskriminasi. “Secara pribadi saya tidak setuju PBM dicabut. Terpenting adalah pelaksanaan PBM ini dan adanya toleransi antar umat beragama,” jelasnya.