REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Pengganti Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri nantinya tidak boleh berleha-leha. Sebab, pekerjaan rumah yang mendesak untuk dituntaskan adalah membasmi kasus mafia pajak.
"Penyelesaian kasus mafia pajak seperti kasus Gayus Tambunan menjadi pekerjaan rumah yang berat bagi Kapolri baru. Kita harapkan bisa dituntaskan tanpa pandang bulu karena rakyat bisa kecewa," imbuh anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (22/9).
Anggota Tim Pengawas Rekomendasi Kasus Century ini menilai, pekerjaan Kapolri kurang sempurna bila tidak mampu menyelesaikan kasus mafia pajak, meskipun berhasil dalam memberantas terorisme. Selama ini, lanjut dia, telah terjadi diskriminasi dalam kasus pajak yang sangat jelas dan gamblang.
"Sekarang, kalau ada yang terima suap, pasti ada pemberi suap. Gayus Tambunan dan Kompol Arafat hanya pion. Harus diungkap siapa pemberi suap dan apakah ada perusahaan besar di belakang itu," tegas Didi.
Dalam kasus pajak Gayus Tambunan, ia menduga bahwa orang kuat di negeri ini tak tersentuh hukum karena mendapat keistimewaan. "Orang-orang kuat mendapat keistimewaan dengan cara menipulasi hukum," kata politisi Partai Demokrat ini.
Direktur III Tindak Pidana Korupsi dan White Color Crime (Tipikor & WCC), Brigjen Pol Yovianes Mahar tidak menyangkal bahwa Gayus mengaku menerima sejumlah besar suap dari anak perusahaan grup Bakrie. "Sudah, kan sudah kita tanya di pertanyaan terdahulu, bahwa dia hanya pengakuan dia, bahwa dia mendapatkan dari perusahaan ini, perusahaan ini, dan perusahan ini," tutur Yovianes.
Penyidik mengaku kesulitan untuk membuktikan pengakuan pegawai Direktorat Jenderal Pajak bagian pemberatan dan banding itu. Pasalnya, hampir seluruh uang yang ia peroleh diberikan secara tunai. Termasuk uang yang baru ditemukan sejumlah Rp74 miliar dalam safety box di Bank Mandiri. "Perusahaan ini harus jelas bukti-buktinya. Transferkah, apakah, itu tidak pernah ada," ujarnya.
Gayus sendiri dalam pemeriksa oleh penyidik tim independen mengaku menerima suap dari 40 perusahaan yang ditangani sejak 2007-2009. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelusuran Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan ada 149 transaksi dalam rekening Gayus.
Selama menjadi pegawai Dirjen pajak ia mengaku mendapatkan 500.000 US$ dari KPC pada 2008. Dari Bumi Resources 500.00 US$. Kembali pada 2009 ia menerima US$ 2 juta dari KPC dan Arutmin. Belum diketahui jumlah potongan pajak yang diberikan Gayus atas suap yang ia terima.