REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Prabowo Subianto, mengimbau kepada DPR agar melakukan perubahan Undang-Undang Pemilu. Menurutnya, Undang-Undang Pemilu yang ada saat ini tidak bisa menjamin proses demokrasi di Indonesia berjalan dengan baik. Undang-undang justru menjadi pintu masuk bagi suburnya praktik money politic dalam ajang pemilihan presiden dan kepala daerah.
“Kalau ingin membangun demokrasi terbaik, ubah undang-undang tentang sistem pemilihan sehingga dapat mengurangi dampak intervensi money politic,” kata Prabowo di Jakarta, Rabu (29/9).
Prabowo melanjutkan, sistem Pemilu yang dianut Indonesia telah mengakibatkan demokrasi dibajak oleh uang. Pemenang Pemilu, baik pilpres maupun pilkada, sangat ditentukan faktor kepemilikan dana para calonnya. “Rakyat tidak akan dapat pemimpin yang bagus kalau sistem pemilihannya masih dibajak oleh uang.”
Dikatakan, menerima atau tidak, Indonesia telah bersepakat memilih untuk menjadi negara demokrasi karena demokrasi dianggap sebagai sistem terbaik dan adil untuk diterapkan. Namun ternyata kondisi ideal demokrasi itu tidak terwujud karena rakyat banyak belum merasakan keadilan.
Pemimpin tidak bisa memberikan keadilan bagi rakyatnya lantaran proses rekrutmen pemimpin senantiasa dipengaruhi kekuasaan uang. Cara-cara koruptif seperti pemberian uang kepada pemilih, kata Prabowo, hanya akan membawa rakyat Indonesia menjadi rakyat yang diperbudak uang.
Seringkali keputusan-keputusan tentang pemilihan kepala daerah, bupati, pemilihan ormas, lanjut Prabowo, ditentukan oleh banyaknya kantong atau koper uang yang datang tengah malam atau menjelang pagi hari. “Kita ingin demokrasi, tapi dibajak oleh berkuasanya modal. Bagaimana kita bisa merekrut pemimpin dengan cara //corrupt// seperti ini?” gugat Prabowo.
Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso, menyatakan, perubahan UU Pemilu bisa saja dilakukan selama berjalan dalam koridor penyusunan legislasi.