REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan warisan politik mantan Presiden Soeharto dinilai telah berakhir karena Siti Hardiyanti Rukmana (mbak Tutut) dan Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto) tidak mendapatkan dukungan dari masyarakat.
Direktur LSI Dodi Ambardi, dalam rilis surveinya soal 'Warisan Politik Soeharto', di Jakarta, Jumat (22/10), mengatakan, sebanyak 72 persen mengaku mengetahui Tommy, tetapi dari mayoritas yang mengetahui Tommy menyatakan tak menyukai (47 persen) sosok Tommy Soeharto itu.
Ketika diajukan pertanyaan, "Bila pemilihan presiden diadakan sekarang, siapa yang akan dipilih?" berdasarkan survei LSI terhadap sekitar 1.200 hingga 2.500 responden dengan sampel 'scientific' pada 7-21 Oktober 2010 menunjukkan hanya 0,8 persen yang memilih Tommy. "Sisanya, sebanyak 73,2 persen memilih nama selain Tommy," ujar Dodi.
Dengan hasil tersebut, dalam analisis LSI, secara elektabilitas, Tommy masih sangat rendah. Masyarakat menilai, Tommy Soeharto merupakan sosok yang ramah, berwibawa dan tegas, sementara sebagian besar masyarakat menyatakan Tommy Soeharto tidak perhatian kepada orang lain, tidak bisa dipercaya dan tidak bersih dari korupsi.
Rendahnya tingkat keterpilihan, menurut Dodi, karena masih adanya persepsi negatif yang melekat pada rezim Soeharto. "Resistensi terhadap Tommy konsisten dengan penilaian negatif terhadap Soeharto dan otoritarianisme Orde Baru," katanya.
Sementara itu, kata Dodi, mbak Tutut yang mendirikan Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) dengan mencalonkan dirinya sebagai Calon Presiden pada Pemilu 2004 juga tidak membuahkan hasil dan urung dilaksanakan karena hanya memperoleh suara sebanyak 2,11 persen suara nasional atau hanya dua kursi di DPR RI.
"Pada pemilu 2009, perolehan PKPB secara nasional malah turun menjadi 1,4 persen dan gagal melampaui 'Parliamentary Threshold'. Pada dua pemilu terakhir menunjukan bahwa gagasan untuk menghidupkan kembali roh Soeharto dan Orde Baru ditolak oleh rakyat," kata Dodi.
Di tempat yang sama, Peneliti Senior LSI Burhanuddin Muhtadi, mengatakan, berakhirnya warisan politik Soeharto juga ditandai dengan tidak berjayanya partai yang dibentuk Tutut, Partai Karya Peduli Bangsa, pada arena pemilu. "Partai yang diasosiasikan dengan Soeharto dan menjual romantika Orba tidak dapat dukungan publik," ujarnya.
Hasil survei terhadap elektabilitas Tommy, dinilainya, juga menghilangkan anggapan bahwa anak-anak Soeharto akan mudah mendapatkan dukungan masyarakat karena kebesaran nama ayahnya. "Ternyata tidak ada justifikasi empiriknya. Popularitas tinggi, tapi banyak yang tidak suka. Ini karena masyarakat melihat aspek negatifnya," katanya.