REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Seorang tentara Inggris menembak mati gadis cilik berusia delapan tahun yang sedang bermain dengan teman-temannya di jalanan. Tuduhan itu disampaikan pengacara hak asasi manusia, Phil Shiner seiring situs web WikiLeaks membocorkan hampir 400 ribu dokumen rahasia AS mengenai perang di Irak.
Sebagian kecil dokumen mengungkap aksi tentara Inggris di negara tersebut. Seperti dikutip dari Mailonline, Shiner tidak banyak mengungkap rincian kecuali menyebutkan gadis cilik itu ditembak saat bermain di sebuah distrik Basra. Pasukan Inggris rutin berpatroli di daerah itu dan membagikan permen dalam upaya meraih "hati dan simpati".
Shiner adalah pengacara di Public Interest Lawyers yang berpusat di Birmingham, Inggris. Saat mendampingi bos WikiLeaks, Julian Assange, di sebuah konferensi pers di London, Shiner berkata, "Karena alasan tertentu, tank itu berhenti di ujung jalan, ada gadis cilik bergaun kuning, serdadu keluar dari tank dan menembak."
Shiner mengatakan dia telah berkali-kali minta konfirmasi ke Departemen Pertahanan Inggris tapi tak ada penjelasan tentang insiden itu. Departemen Pertahanan tak membantah atau membenarkan adanya peristiwa itu. Insiden yang dimaksud Shiner adalah kasus yang menimpa Hanan Saleh Matrud, yang ditembak mati oleh tentara Inggris di luar rumahnya di Qarmat Ali pada 21 Agustus 2003 lalu.
Dua bulan setelah kejadian itu, surat dari militer Inggris mengakui seorang prajurit dari Kompi B, Batalyon 1 King's Regiment telah melepaskan 'tembakan peringatan ke udara' di dekat rumah korban pada hari itu. Lewat surat itu, militer Inggris menolak untuk meminta maaf atas pembunuhan tersebut dan mengatakan hanya 'kemungkinan' bahwa peluru serdadu mereka membunuh anak tersebut.
Para perwira secara pribadi telah meminta maaf kepada keluarga dan berjanji akan melakukan penyelidikan, tapi tidak diketahui jika Departemen Pertahanan Inggris telah mengambil langkah-langkah dalam kasus ini. Julian Assange mengatakan hal yang dia disampaikan kepada publik itu adalah upaya untuk mengungkapkan kebenaran tentang konflik tersebut.
"Catatan Perang" yang diungkap WikiLeaks itu memperkirakan bukti-bukti penyiksaan telah diabaikan. Dalam laporan itu terdapat dokumen kematian 109.000 orang - 66.000 ribu di antaranya adalah warga sipil Irak, dan 15.000 kematian di dalamnya belum pernah diungkap.
"Beberapa dibunuh dalam serangan membabi buta kepada warga sipil atau penggunaan serangan mematikan yang tidak dapat dibenarkan. Lainnya telah tewas dalam tahanan oleh pasukan Inggris dan tidak ada yang tahu berapa banyak orang Irak tewas dalam tahanan Inggris," kata Assange.
"Jika terjadi pengerahan aksi yang tidak dapat dibenarkan atau melanggar hukum, harus ada tuntutan bagi mereka yang bertanggung jawab, jadi kami mengungkapkan kasus baru yang perlu kejelasan atas semua kematian yang tak dapat dibenarkan.
Kami berpendapat harus ada penyelidikan yudisial atas tanggung jawab Inggris terhadap tewasnya warga sipil Irak," kata Assange.