Selasa 09 Nov 2010 06:47 WIB

Sibuk Bangun Citra, Pemberantasan Korupsi Justru Tak Optimal

Rep: Indah Wulandari/ Red: Siwi Tri Puji B

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Pegiat antikorupsi menilai, strategi pencitraan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memberantas korupsi malah membuahkan hasil tak optimal. "Pencitraan dilakukan dengan membentuk Satgas Anti Mafia Hukum dan menunjuk Timur Pradopo sebagai Kapolri," ujar peneliti hukum Indonesian Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo di kantor Transparency International Indonesia,Senin (8/11).

Sayangnya, lanjut Adnan, kinerja Satgas tidak optimal. Sedangkan Timur Pradopo diketahui punya latar belakang masalah isu penegakan HAM. Walhasil, sibuk dengan strategi tersebut, kesempatan emas untuk memberantas korupsi disia-siakan. "Seperti tidak menuntaskan keterlibatan penegak hukum yang dalam kasus mafia pajak, rekening mencurigakan pejabat Polri, serta melanjutkan pengungkapan penangkapan jaksa Urip Tri Gunawan."

Begitu pula tidak ada upaya dari Presiden terhadap serangan untuk melemahkan komisi independen guna memberantas korupsi. Keadaan ini, menurut Adnan, bertentangan dengan hasil rekomendasi konferensi UNCAC di Doha, Qatar tahun 2009.

Strategi pencitraan tersebut pun terbukti tidak efektif, dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada 2010 sebesar 2,8, atau tidak beranjak dibanding tahun sebelumnya.Fokus pada pencitraan juga membuat reformasi birokrasi yang didengungkan sejak tidak beranjak. Survei KPK pada 2010 tentang Indeks Integritas Sektor Publik masih mengecewakan. Dari skala integritas tertinggi 10, sektor publik hanya mendapatkan angka rata-rata skor 5,42. "Ini Menunjukkan tingkat korupsi dalam kinerja birokrasi masih tinggi," tukas  Manajer Informasi Antikorupsi Transparency International of Indonesia (TII) Ilham Saenong.

Begitu pula dengan hasil pemeringkatan yang dilakukan anak perusahaan Bank Dunia yaitu International Fund Corporation (IFC). Menurut lembaga itu, peringkat Indonesia menurut pengusaha begitu buruk sehingga negara ini berada pada peringkat 121 dari yang sebelumnya 115.

Ilham menyatakan, komitmen rendah Presiden dalam reformasi birokrasi juga terlihat dari belum ditandatanganinya Strategi Nasional Pemberantasan Korupsi yang disusun sejak awal pemerintahan SBY-Boediono berkuasa. "Padahal Stranas menjadi pedoman yang disusun pemerintah untuk menawal agenda pemberntasan korupsi," tukas Ilham.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement