REPUBLIKA.CO.ID, NGAMPRAH--Ketua Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FLPH) Jawa Barat, Thio Setyowekti meminta agar Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan segera melakukan pembersihan mafia perizinan di internal kementeriannya sendiri.
"Salah satu contoh nyata adanya mafia perizinan di Kementerian Kehutanan itu adalah anomali pemberian izin pengelolaan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkuban Parahu. Menteri Kehutanan saat ini mempunyai tugas yang lumayan berat, selain harus menyelesaikan segala tugasnya menjaga hutan juga harus menertibkan oknum jajarannya sendiri," kata Thio kepada wartawan usai menghadiri Silaturahmi Indoboxing di Desa Cikole, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Kamis (11/11).
Dia menjelaskan, keluarnya Kepmenhut No. SK.576/Menhut-II/2O10 yang intinya mengurangi areal kerja dan kewenangan pengelolaan PT GRPP di TWA Tangkuban Parahu dan surat perintah Menteri Kehutanan kepada Dirjen PHKA S.524/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan TWA Tangkuban Parahu membuktikan jika di tubuh kementerian Kehutanan ini tidak solid sehingga merusak citranya sendiri.
"Sehingga wajar jika terjadi bencana terjadi di sana-sini karena pengusaha tidak pernah melakukan prosedur pengurusan izin yang ketat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan Kementerian Kehutanan. Bahkan proses kehancuran ekologi akan semakin cepat," paparnya.
Pemprov Jabar, sambungnya, harus korektif terhadap segala bentuk kebijakan dari Jakarta yang sifatnya merugikan dalam hal ini merusak lingkungan. Karena Pemprov Jabar telah dibekali oleh Undang-undang 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah.
"Sudah saatnya Gubernur beserta jajarannya untuk berani melakukan interupsi terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Komunikasi politik antara pemerintah pusat dan daerah selama ini juga menjadi kendala," tandasnya.
"Dari pada terus-menerus menjadi permasalahan yang tidak kunjung selesai, belih baik Menteri Kehutanan sendiri yang mengambil alihnya sampai menunjuk pengelola yang baru," kata Zainai Abidin.
Dalam Kepmenhut dan surat perintah itu, Menteri Kehutanan mengeluarkan 79,30 hektare hutan lindung dari pengelolaan PT GRPP dan meminta BBKSDA mengambil alih pemungutan tiket masuk. Selain itu, rencana pembangunan sarana dan prasarana oleh PT GRPP di TWA juga diminta dikaji ulang.
"Saya heran melihat bawahan menteri yang tidak taat terhadap keputusan dan atasannya sendiri yakni Menhut. Bahkan keputusan dan SK yang telah dikeluarkan masih dijadikan alasan u ntuk tidak melaksanakan perintah atasannya tersebut," pungkasnya.