REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Sejumlah elemen masyarakat dari Kawula Ngayogyakarta Hadiningrat menuntut permintaan maaf Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), soal kepala daerah Provinsi DI Yogyakarta. SBY sempat mengatakan sistem monarki bertabrakan dengan konstitusi dan demokrasi.
Padahal, sistem pemerintahan di Provinsi DI Yogyakarta kebetulan dipimpin oleh seorang Sultan. Pernyataan SBY itu menjadi sangat sensitif karena Rancangan Undang Undang (RUU) Keistimewaan Yogyakarta memang masih menyisakan tentang bagaimana gubernur di daerah itu dipilih. Apakah melalui penetapan, sehingga Sultan akan terus menjadi gubenur, atau dengan pemilihan langsung oleh rakyat.
''Kami menggugat statement SBY kemarin," ujar Kordinator Kawula Ngayogyakarta Hadiningrat, Sigit Sugito, di depan Gedung Agung, Jalan Malioboro Yogyakarta, Kamis (02/12).
Menurutnya, pernyataan SBY tentang monarki itu bukan slip lidah. Masyarakat Yogyakarta yang kemudian menjadi sangat reaktif terhadap pernyataan itu, bukan dari kesalahan interpretasi. Akan tetapi memang merupakan kesalahan dari presiden.
Menurut Sugito, kelompok yang dipimpinnya itu sangat mendukung penetapan Sultan sebagai Gubernur DI Yogyakarta. "Penetapan adalah bagian dari identitas keistimewaan," katanya.
Kekuatan Yogyakarta adalah dari budayanya, dan budaya itu disimbolkan melalui kepemimpinan seorang Sultan. "Kalau bisa SBY minta maaf. Presiden kan bisa juga salah," tegas Sigit.