REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Keberadaan komisi-komisi negara dinilai terlalu banyak. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Assidiqie mengatakan, peninjauan kembali komisi-komisi negara sangat mendesak. Dengan keadaan sekarang, komisi-komisi negara membuat pelaksanaan pemerintahan jadi malfungsi dan disfungsi.
"Kalau komisi-komisi ini dibiarkan, selamanya pemerintahan akan malfungsi dan disfungsi. Ada yang tak bekerja, dan ada yang terlalu banyak bekerja," ujar Jimly saat dihubungi Republika, Rabu (1/12).
Selain itu, menurut Jimly, terlalu banyaknya komisi non-departemen dan non-kementerian ini juga merupakan pemborosan sumber daya manusia, pemborosan anggaran, dan pemborosan waktu. "Komisi-komisi ini time consuming, budget consuming, dan personal consuming. Yang paling gawat, ia menyebabkan kinerja lembaga pemerintahan tidak jalan karena rebutan fungsi," tegas dia.
Dituturkan Jimly, munculnya komisi-komisi ini didasari reformasi 1998 dulu. Saat itu, ada desakan untuk melucuti kekuasaan eksekutif, dan diberikan ke lembaga-lembaga independen. Selain itu ada juga keinginan untuk memangkas birokrasi yang dinilai terlalu gendut. Kemudian, berdirinya komisi-komisi ini juga adalah pengaruh munculnya desakan desentralisasi kekuasaan dari pusat ke daerah.
"Waktu itu untuk penyiaran di buat Komisi Penyiaran Indonesia. Untuk monopoli di buat KPPU. Untuk korupsi di buat KPK. Belum lagi yang didaerah sampai akhirnya komisi-komisi ini jadi banyak sekali," ujar Jimly.
Namun, dalam pelaksanaannya, tak ada konsolidasi terpadu mengenai lembaga-lembaga independen ini. Komisi dan lembaga baru ini tak terintegrasi satu sama lain, dan tidak didasari desain yang utuh dan menyeluruh.
Akibatnya, terjadi tumpang tindih fungsi dari lembaga-lembaga ini. Birokrasi yang diharapkan jadi ringkas malah jadi semakin panjang. Ada komisi yang terlalu banyak diberi beban pekerjaan, dan ada yang justru tak bekerja.
Untuk itu, Jimly meminta pemerintah menyusun desain menyeluruh mengenai lembaga dan komisi negara, dan dirancangnya konsolidasi kelembagaan. "Jadi pemerintah harus segera memutuskan. Kalau ada komisi yang dibubarkan segera dibubarkan, kalau ada yang digabung segera digabung," lanjut Jimly.
Dimisalkan Jimly adalah komisi soal hak asasi manusia. Menurut dia, Komnas HAM, Komnas anak, dan Komnas manula sebenarnya bisa dijadikan satu saja.
Pemerintah, menurut Jimly sudah kerap membahas masalah ini melalui Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Hukum dan HAM."Tapi pelaksanaannya lamban, jadinya ya berlarut-larut seperti sekarang ini," tegasnya.