Sabtu 04 Dec 2010 11:25 WIB

Nama dan Status Sosial, Adakah Hubungannya?

Rep: agung sasongko/ Red: irf
ilustrasi
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengggalan dialog drama Romeo dan Juliet karya sastrawan Inggris, William Shakespeare menyebut apalah arti sebuah nama. Namun, penggalan dialog itu tidak lagi sejalan dengan visi masyarakat modern. Pasalnya, pemberian nama pada bayi-bayi yang lahir di abad 21 memiliki arti yang sangat penting. Melalui nama, gambaran status sosial seseorang dapat terbentuk. Karena itu, Shakespeare mungkin saja memperbaiki dialog itu dan mengantinya dengan "sebuah nama mencerminkan status sosial".

Masyarakat yang sudah menyadari pentingnya arti sebuah nama secara perlahan membentuk pakem baru dalam pemberian nama. Hasil analisis terhadap statistik nama menunjukan makna nama yang diberikan orang tua pada anaknya memberitahu orang lain tentang selera dan latar belakang orang tua si bayi. Hasil lain analisis mencatat selama seperempat abad terakhir nama-nama bayi menjadi lebih beragam. "Kita berada ditengah evolusi penamaan," papar Laura Wattenberg, penulis buku populer "The Baby Name Wizard" dan pendiri laman BabyNameWizard.com.

Dalam bolg pribadinya Wattenberg mengatakan perubahan pakem pemberian nama seiring sejalan dengan berubahnya tujuan dan arti dari orang tua ketika memberikan nama.  Wattenberg mencontohkan, pada 1950-an,  terjadi tren pemberian 25 nama bayi laki-laki dan 50 nama bayi perempuan yang paling sering digunakan. Jumlah itu bertambah menjadi 134 nama bayi laki-laki dan 320 bayi perempuan. "Jika Anda memiliki 10 tebakan untuk mendapatkan nama seseorang hari ini,  hampir dipastikan anda tidak akan mendapatkannya," kata Wattenberg. Berbeda dengan 100 tahun yang lalu,  kata dia, anda msih bisa memiliki kesempatan.

Implikasi

Tren pemberian nama selalu berubah tiap tahun. Perubahan tren juga seiring dengan datangnya implikasi sosial lainnya. Wattenberg  segera melakukan riset kecil dengan mempergunakan data keluaran US Social Security Administration untuk mengetahui ukuran atau acuan yang disebut Shannon entropi. Acuan ini dapat digunakan untuk menjelaskan informasi yang terkandung dalam pesan . Dalam hal ini, berapa banyak yang pesan yang dikomunikasikan melalui pemilihan nama.

Konsep Shannon Entropi menggambarkan hubungan antara berapa banyak gangguan atau ketidakpastian yang dikaitkan dengan variabel tertentu, dan bagaimana informasi yang disimpan dalam pesan. Prinsipnya, semakin beragam semakin banyak informasi yang tergali. Hasil analisis Wattenberg mencatat kenaikan tajam entropi nama dari waktu ke waktu. Dia menemukan bahwa ukuran informasi yang dibawa oleh nama telah meningkat selama 25 tahun terakhir. Sebagai contoh, pemberian nama Maria memungkinkan anda mengetahui lebih banyak tentang orang tua dan latar belakangnya. Informasi itu sangat jauh berbeda dengan informasi 50 tahun lalu.

Sosiologi Nama

Nama yang kian beragam menunjukan banyaknya nilai-nilai, selera, mimpi dan ambisi orang tua terhadap anak-anak mereka.  "Sosiologi nama," kata Wattenberg. Dia memprediksi kecenderungan pemberian nama berdasarkan harapan orang tua terhadap status sosial anak-anak mereka memungkinkan pula munculnya jasa pemberian nama. Tak terbayang jutaan dollar dihabiskan untuk memanfaatkan jasa sosiolog untuk meyakinkan nama yang dipilih sangat sempurna untuk anak anda.

Memahami pemberian nama telah menjadi bentuk komunikasi lain, Wattenberg mencontohkan mengamati pekerja berseragam membuat seseorang sulit mengetahui selera atau kepribadian orang itu. Bandingkan dengan pekerja non seragam. Jadi, seragam yang dikenakan oleh siapa pun di kantor bisa memberitahu anda sedikit informasi seseorag. Dalam hal ini, kata Wattenber, setelan biru yang sama mungkin mengungkapkan petunjuk penting tentang pemakainya. "Hal yang sama berlaku untuk nama. Di era ada lebih banyak pilihan yang tersedia, masing-masing pilihan membawa konsekuensinya," kata dia.

Jean Twenge, profesor psikologi, San Diego State University, menyebut pekerjaan Wattenberg sebagai sesuatu yang menarik. "Asumsinya tampak kokoh bagi saya." Twenge, penulis buku "Wabah Narsisme: Hidup di Era Hak Individu" mengatakan pergeseran ke arah nama-nama yang unik adalah bagian dari pergeseran sosial yang lebih luas terhadap individualisme dalam banyak aspek kehidupan individu. "Penamaan anak digunakan untuk menjadi sebuah keputusan. Anda harus pertimbangkan keseimbangan dalam mencari nama," ujarnya.

Dunia maya sebagai bentuk lain dari revolusi teknologi komunikasi turut mempengaruhi beragamnya nama. Munculnya nama pengguna online yang berasal dari hasil kreasi sendiri atau nama asli menjadi buktinya.  "Dunia maya memiliki dampak yang besar," kata Wattenberg. "Ada semacam daya saing yang membuat setiap orang berebut menjadi yang pertama." Wattenberg menyatakan setiap individu ingin menjadi berbeda satu sama lain, tapi tetap saja selera yang ada tak pernah berubah. "Jadi, kita hanya memiliki ribuan variasi kecil pada tema Anda dapatkan."

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement