Rabu 08 Dec 2010 01:35 WIB

Soal BBM, Pemerintah Jangan Lari Dari Tanggung Jawab

Rep: Zaki Al Hamzah/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pemerintah seharusnya tidak memakai kacamata kuda dalam menerapkan kebijakan pencabutan subsidi bahan bakar minyak untuk mobil-mobil pribadi. Tingginya penggunaan BBM oleh kendaraan pribadi terkait erat dengan masih buruknya layanan transportasi umum selama ini.

Pemerintah jangan lari dari tanggung jawab untuk menyediakan layanan transportasi publik yang aman, nyaman, dan manusiawi yang hingga kini secara umum kondisinya masih buruk. Demikian dikatakan anggota Komisi V DPR RI, Yudi Widiana Adia di gedung DPR, Jakarta, Senin (6/12).

Sesuai dengan amanat Undang-Undang No 22/2009 khususnya pasal 139 yang secara jelas menyebutkan bahwa pemerintah wajib menyediakan angkutan umum yang layak. Hingga saat ini tidak terlihat upaya nyata pemerintah untuk membenahi layanan angkutan umum terutama di kota-kota besar di seluruh Indonesia.

“Lihat saja, masih buruknya layanan busway di Jakarta, atau makin menurunnya kualitas layanan kereta api listrik Jabodetabek yang melayani jutaan masyarakat setiap harinya. Itu saja bisa menjadi gambaran ketidakseriusan pemerintah,” ujarnya.

Padahal untuk Jakarta, lanjut Yudi, ancaman kemacetan total itu sudah di depan mata. Artinya persoalan penyediaan layanan transportasi umum yang layak bagi rakyat harus menjadi prioritas. Tanpa pembenahan layanan transportasi umum, mayoritas pemilik mobil pribadi hanya akan mengurangi alokasi pengeluaran untuk hal lain ketimbang beralih ke transportasi umum.

Sehingga pemerintah hanya menyelesaikan persoalan kecil, sementara persoalan besarnya tidak diselesaikan. Lain halnya jika pemerintah sudah menyediakan layanan tranportasi umum yang layak dalam jumlah yang mencukupi, maka kelompok pasa-pasan tadi akan beralih menggunakan transportasi umum.

Menurut Yudi, alokasi dana untuk subsidi tersebut seharusnya diperuntukkan bagi pengembangan dan penyediaan transportasi massal yang murah. “Itu program yang paling realistis dan tepat. Problem kemacetan dan bertambahnya kendaraan bisa diatasi kalau program itu yang diterapkan," ujarnya.

Memang pada awalnya pengembangan infrastruktur ini membutuhkan investasi yang besar. Namun apabila dihitung dengan subsidi BBM yang setiap tahun berada di kisaran Rp100 triliun, hal tersebut justru akan menguntungkan.

"Akan jauh lebih murah nantinya karena itu proyek jangka panjang. Yang pasti hak rakyat untuk mendapat layanan transportasi yang murah, nyaman dan aman bisa terpenuhi," ujar Yudi.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement