REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA - Ketua Umum PMI Pusat yang juga mantan wakil presiden RI, Jusuf Kalla (JK) mengaku ikut menyetujui status keistimewaan yang ada di DIY. Meskipun demikian, JK enggan berkomentar terkait adanya kontroversi wacana penetapan maupun pemilihan Gubernur DIY.
''Tanya Sultan saja, saya kan bukan orang pemerintah lagi. Saya ikut anda semua sajalah, pasti semua setuju keistimewaan itu,''kata dia pada wartawan usai menghadiri acara Partisipasi PMI dalam Pemulihan Dini Bencana Merapi, di Kepatihan Yogyakarta, Kepatihan, Sabtu (11/12).
Menurut dia, soal penetapan atau pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY pada akhirnya harus tetap diselesaikan dengan persetujuan rakyat. ''Saya kan orang Jakarta. Kalau saya orang Yogya bisa bicara ini secara pribadi. Ya tergantung Sultan aja gimana. Kan pada akhirnya nanti undang-undang itu diputuskan oleh pemerintah dan DPR. Walaupun pemerintah punya pandangan, tapi toh harus diselesaikan dengan DPR dan dengan rakyat,''ungkap dia.
Dalam pandangan JK, persoalan keistimewaan yang melekat pada DIY sama sekali tidak ada masalah, JK bahkan menilai propinsi DIY memiliki keistimewaan yang identik dan yang membedakan dengan daerah lain di Indonesia. ''Soal Keistimewaan DIY menurut saya tidak ada masalah. Saya kira begini, saya bandingkan dengan semua provinsi yang ada, di provinsi yang kecil saja mereka mendahulukan kantornya yang megah. Tetapi saya bertahun-tahun datang kesini (red.Yogya) ya begini-begini saja. Jadi di sini sangat merakyat. Kehidupan dan rakyatnya sangat demokratis. Coba anda pergi ke provinsi yang jauh, kantor gubernurannya sudah kayak gedung putih. Jadi keistimewaan itu arti kata dekat dengan rakyat itu,''kata Jusuf Kalla.
Sementara itu, terkait tuntutan dari partai Demokrat agar Sultan mundur dari partai politik, selaku mantan ketua Ketua Umum Partai Golkar, JK memandang hal tersebut dalam kacamata hak asasi. Terlebih, selama tidak melanggar aturan undang-undang, JK menilai setiap orang memiliki hak untuk terjun ke partai politik.
''Begini, dalam masyarakat kita tidak boleh diskriminatif. Seseorang itu punya hak, salah satu hak itu adalah memilih untuk berorganisasi atau berpolitik. Kita kembalikan lagi saja, kalau tidak boleh berpartai, ya itu melanggar hak asasi. Selama tidak melanggar undang-undang itu kan tidak apa-apa. Kalau dia (red.Sultan HB X) pegawai negeri itu tidak boleh, tapi Gubernur kan bukan pegawai negeri,'' tutur JK.
Selanjutnya ketika ditanya mengenai sikap partai Demokrat tersebut, JK tak mau menuding hal tersebut tidak etis. "Namanya juga demokrasi, sekarang orang boleh ngomong apa saja. Nanti tergantung aturannyalah,''kata dia