REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar, mengatakan, draft Rancangan Undang Undang tentang Keistimewaan Yogyakarta sudah selesai harmonisasi di tataran pemerintah. Saat ini RUU sedang menunggu surat pengantar dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Draft RUU Keistimewaan Yogyakarta sudah berada di Sekretariat Negara, menunggu surat pengantar dari Presiden untuk disampaikan ke DPR RI," kata Patrialis Akbar di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (14/12).
Menurut Patrialis, isu draft RUU Keistimewaan Yogyakarta banyak mengatur hal-hal yang terkait dengan Yogyakarta sebagai daerah istimewa. Beberapa keistimewaan Yogyakarta yang diatur dalam draft RUU tersebut, menurut dia, antara lain, mengatur soal jabatan Sultan Hamegku Buwono dan Paku Alam.
Dalam draft RUU Keistimewaan Yogyakarta, kata dia, pemerintah mengusulkan suksesi gubernur daerah istimewa Yogyakarta melalui meknisme pemilihan, bukan penetapan.
Dalam meksnisme pemilihan gubernur itu, katanya, setiap orang yang akan mencalonkan diri sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur harus mendapat persetujuan dari Sultan dan Paku Alam.
"Sultan dan Paku Alam meskipun tidak menjadi gubernur tetap menjadi orang nomor satu dan nomor dua di Daerah Istimewa Yogyakarta," kata Patrialis.
Meskipun nantinya terpilih orang lain sebagai gubernur di daerah istimewa Yogykarta, menurut dia, tapi gubernur tetap harus meminta persetujuan dari Sultan dan Paku Alam untuk memutuskan suatu kebijakan.
DPRD Provinsi Yogyakarta yang membuat peraturan daerah atau penyusunan anggaran daerah, kata dia, juga harus mendapat persetujuan dari Sultan dan Paku Alam.
Posisi penting dalam penyusunan anggaran ini, kata Patrialis, bukan menempatkan Sultan sebagai "alat stempel", tapi justru untuk memberikan pertimbangan. "Jika Sultan setuju maka akan dilaksanakan, tapi jika Sultan tidak setuju yak tidak dilaksanakan," katanya.
Keistimewaan berikutnya, menurut Patrialis, Sultan Hamengku Buwono otomatis menempati posisi gubernur utama. Sedangkan posisi gubernur dipilih oleh DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jika Sultan menghendaki mencalonkan diri sebagai calon gubernur, menurut dia, maka kerabat Kesultanan atau kerabat Pakualaman tidak boleh ada yang mencalonkan lagi.
"Kalau hanya ada satu pasangan calon, maka pasangan tersebut langsung ditetapkan DPRD sebagai pasangan gubernur dan wakil gubernur," katanya.
Patrialis mengaku telah membaca draf RUU Keistimewaan Yogyakarta secara detil, sehingga sudah memahami isi dan maksudnya. "Saya sudah membacanya dari ujung rambut sampai ujung kuku RUU itu," katanya.
Patrialis berharap, anggota DPR RI yang menerima draf RUU Keistimewaan Yogyakarta bisa memahami seperti dirinya juga. Soal aspirasi masyarakat Yogyakarta, menurut dia, DPRD Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sudah memutuskan agar Sultan tetap memimpin Yogyakarta sebagai gubernur.
"Itu urusan DPRD, sedangkan Undang-undang urusan DPR RI. Di DPR RI juga ada anggota yang berasal dari daerah pemilihan Yogyakarta. Mereka juga ikut membahas," kata Patrialis.