Jumat 17 Dec 2010 06:56 WIB

PBB Cabut Sanksi Program Nuklir Irak

Rep: Hiru Muhammad/ Red: Djibril Muhammad
Irak
Irak

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK--Dewan Keamanan (DK) PBB, Rabu (18/12) telah memberikan lampu hijau bagi dicabutnya sejumlah sanksi terhadap Irak yang diberlakukan sejak 19 tahun silam semasa rezim Saddam Hussein berkuasa. Salah satu sanksi yang dicabut adalah diperkenankannya kembali Irak untuk mengembangkan program nuklir bagi kepentingan sipil.

Setelah melakukan invasi ke Kuwait 1990, Irak terkena sejumlah sanksi PBB termasuk larangan impor produk kimia dan teknologi nuklir yang bisa digunakan bagi pembuatan bom atom, kimia atau biologi. Namun sejak 2003 sejumlah kegiatan terkait perdagangan, investasi dan pembelian senjata konvesional telah dicabut.

Keputusan itu dikeluarkan berdasarkan pemungutan suara yang dilakukan ke-15 anggota Dewan keamanan setelah melihat kemajuan politik di Irak. "Situasinya di Irak saat ini telah jauh berbeda dibanding dengan kondisi saat resolusi 661 dijatuhkan tahun 1990," bunyi pernyataan DK PBB tersebut.

DK PBB juga melakukan pemungutan suara untuk mengembalikan pengawasan eksplorasi minyak Irak dan gas alam kepada pemerintah 30 Juni 2011, sekaligus mengakhiri segala kegiatan terkait program minyak ditukar makanan, yang berlaku sejak 1996 hingga 2003 akibat sanksi yang dijatuhkan terhadap Irak. ''Penerapan resolusi ini menandakan akhir dari sanksi dan pembatasan terhadap kedaulatan, kemerdekaan dan pemulihan Irak,'' kata Menteri Luar Negeri Irak, Hoshiyar Zebari kepada DK PBB.

Semasa program 'minyak ditukar makanan' berlangsung, Irak diperbolehkan menjual minyaknya dan sebagian besar uang yang diperoleh ditujukan bagi pembelian produk kemanusiaan. Ini dilakukan sebagai upaya agar Irak terhindar dari kondisi lebih buruk atas sanksi PBB. Namun, setelah 18 bulan program itu berjalan, PBB menemukan korupsi skala besar. Dalam laporan terakhir Oktober 2005 diketahui lebih dari 2200 perusahaan dari 40 menagar terlibat kolusi dengan rezim Saddam mengelabui program kemanusiaan senilai 1,8 miliar dolar AS itu.

Wakil Presiden AS, Joe Biden yang mengetuai pertemuan tingkat tinggi menyebutkan aksi kekerasan di Irak telah banyak berkurang dan rakyat di negara itu 'menolak ekstrimis menguasai negara itu.' "Irak telah mencapai perkembangan yang baik, stabil dan bangsa yang mandiri," kata Biden.

Namun, sekjen PBB Ban Ki Moon menyatakan Irak harus melakukan upaya yang besar untuk mencapai kesepakatan soal perbatasan dengan Kuwait dan segala masalah terkait perang di masa lalu segera diselesaikan. Sampai kini Baghdad masih membayar 5 persen dari penjualan minyaknya sebagai dana kompensasi yang harus dibayar ke Kuwait. Baghdad masih memiliki utang kepada Kuwait 22 miliar dolar AS sebagai pampasan perang.

Zebari menyatakan normalisasi hubungan dengan Kuwait akan menjadi prioritas bagi pemerintahan baru Irak. "Saya katakan sesi hari ini adalah permulaan dari akhir. hari ini Irak akan terbebas dari segala sanksi akibat perang dan kelakuan buruk rejim masa lalu," tuturnya.

Sejumlah diplomat menyebutkan masalah itu meliputi pengakuan Irak terhadap perbatasannya dengan Kuwait, yang semasa Saddam diklaim sebagai propinsi ke-19 dari Irak. Namun, masih ada masalah lain yang belum terselesaikan termasuk sejumlah arsip tentang Kuwait dan sejumlah orang hilang. AS juga berencana untuk segera kembali menarik pasukannya dari negeri 1001 malam itu tahun depan. Meski aksi kekerasan masih terjadi di negara kaya minyak itu.

Cina telah meyambut baik pencabutan sejumlah sanski PBB terhadap Irak tersebut danmenyerukan semua pihak untuk bekerja sama mempercepat rekonsiliasi melalui dialog dan konsultasi. "Cina menyambut baik resolusi DK PBB yang mencabut sanksi sesuai bab 7 terkait senjata pemusnah massal, rudal dan nuklir bagi kepentingan sipil, menyelesaikan masalah minyak ditukar dengan makanan dan kesepakatan baru bagi pembangunan Irak," kata Li Baodong, perwakilan tetap Cina di PBB.

Irak telah meratifikasi sejumlah kesepakatan internasional termasuk apa yang disebut sebagai protokol tambahan. Sebuah kesepakatan yang dicapai bersama Lembaga Energi Atom Internasional sebagai pengawas energi nuklir. Irak juga diminta untuk meratifikasi protokol itu dan sejumlah kesepakatan lainnya yang melarang dilakukannya uji coba nuklir 'sesegera mungkin.'

Dalam protokol pemeriksaan IAEA sebelumnya bertujuan untuk mengetahui kegiatan nuklir yang dirahasiakan semasa Saddam berkuasa. Menyusul temuan IAEA 1991 terkait program atom Irak yang dirahasiakan. Sebelum melancarkan invasi ke Irak Maret 2003, AS dan Inggris menuding Baghdad memiliki program nuklir, kimia dan biologi untuk kepentingan militer. Belakangan tudingan itu tidak terbukti kebenarannya.

sumber : Reuters/AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement