REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--KH Hasyim Muzadi, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai peserta Kongres Gerakan Pemuda Ansor ke-14 di Surabaya ibarat bidak catur yang dimainkan oleh politisi dari partai politik.
"Peserta kongres ibarat papan dan buah catur kayu yang dimainkan para politisi parpol yang nongkrong mengerubutinya," kata Hasyim melalui pesan singkat (SMS) yang diterima di Surabaya, Sabtu.
Dikatakannya, fakta di arena menunjukkan yang berperan di kongres lebih banyak para politisi parpol yang tergabung dalam sekretariat gabungan pendukung pemerintah yakni Partai Demokrat, Golkar, PPP dan PKB daripada pengurus wilayah dan cabang yang menjadi peserta.
Di sisi lain, lanjut mantan Ketua Ansor Jawa Timur itu, pengurus wilayah dan cabang adalah para pemuda yang belum terdidik militansi keansorannya karena tiadanya latihan-latihan kader selama 10 tahun terakhir, serta belum mapan kehidupannya. "Oleh karenanya pasti rawan 'money politics'. Pendapat anggota kongres banyak ditentukan oleh pendapatan. Itu pun bisa berubah kalau ada pendapatan yang lebih tinggi," katanya.
Secara terpisah Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Survei Nusantara (Laksnu) Gugus Joko Waskito membenarkan jika kongres, terutama terkait pemilihan ketua umum, lebih didominasi kandidat dari partai politik pendukung pemerintah yang tergabung dalam Setgab.
Nusron Wahid (Golkar), Khatibul Umam Wiranu (Demokrat), Marwan Jakfar (PKB), dan Syaifullah Tamliha (PPP) dinilai lebih berpeluang menang dibanding calon yang tidak didukung partai. "Apapun alasannya, aroma tidak sedap mulai tercium di kongres Ansor ini. Mulai politik uang sampai mesin parpol yang bekerja. Ini tidak ideal bagi organisasi Ansor," katanya.