REPUBLIKA.CO.ID,Tahanan pertama Guantanamo yang diadili di pengadilan sipil Amerika dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Hakim Lewis Kaplan dari pengadilan New York menolak permintaan Ghailani mendapat keringanan hukum, dengan menyebut bahwa keluhan mengenai penyiksaan yang dialami sejak ditahan di Guantano "tidak sebanding dengan penderitaan dan ketakutan yang disebabkan oleh perilaku terdakwa dan kelompoknya".
"Kejahatan ini sangat kejam," ujarnya. "Ini adalah pembunuhan dengan tangan dingin dan menyebabkan warga sipil tak bersalah menjadi korban."
Jaksa Agung Amerika Serikat Eric Holder mengatakan hukuman seumur hidup ini menunjukkan kemampuan sistem hukum Amerika untuk mengadili pelaku aksi teroris. "Kami berharap hukuman seumur hidup ini bisa memberi semacam keadilan bagi korban serangan dan keluarga mereka yang sejak lama menunggunya," ujarnya dalam pernyataan tertulis.
"Seperti yang kita lihat dalam kasus ini, kami tidak akan berhenti membawa teroris yang berniat melukai warga Amerika ke pengadilan, dan kami akan mempergunakan semua jalan yang dimiliki oleh pemerintah." Dakwaan yang dikenai Ghailani terkait dengan pemboman kedutaan Amerika Serikat di Kenya dan Tanzania tahun 1998.
Bulan November lalu Ahmed Ghailani, warga Tanzania berusia 36 tahun, Klik dinyatakan bersalah bersekongkol merusak atau menghancurkan properti AS dengan bahan peledak namun tidak bersalah dalam dakwaan pembunuhan.
Dia didakwa di AS pada bulan Desember 1998, tetapi masih buron di Afghanistan dan wilayah Waziristan, Pakistan. Dia ditangkap pada bulan Juli 2004 dan dipindahkan ke Teluk Guantanamo tahun 2006.
Tahun lalu, Amerika Serikat menghentikan proses pengadilan secara militer di Teluk Guantanamo Bay dan memindahkannya ke New York untuk diadili di pengadilan pidana sipil. Tahun 2001 empat pelaku lain dijatuhi hukuman penjara seumur hidup dalam kasus pemboman tahun 1998, yang menewaskan 224 orang.
Jaksa penuntut mengatakan Ghailani bersekongkol dengan anggota al-Qaeda untuk membom kedua kedutaan besar itu, dan membantu membeli bahan peledak yang menghancurkan kedutaan besar AS di Dar es Salaam, Tanzania. Penyidik AS mengatakan, Ghailani terbang ke Pakistan satu malam sebelum pemboman itu terjadi.