REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Menandai hari keenam aksi unjuk rasa di jalan-jalan Mesir, pasar lokal mulai mengalami ketidakstabilan. Anarki dan penjarahan yang menyebar menjadi tren di negara itu menimbulkan ketakutan krisis pangan dan berkurangnya stok domestik.
Dalam laporan yang ditulis oleh Al Arabiya, Senin (31/1) krisis pangan membayang akibat stabilitas politik yang terus berlangsung. Sejak penerapan subsidi, roti murah diprioritaskan bagi 70 persen populasi rakyat Mesir.
Sementara sebagian besar pembuat roti di Kairo terjebak dalam situasi sulit karena kekurangan pasokan bahan baku, terutama tepung sehingga mereka hanya memproduksi roti dalam jumlah terbatas. Itu berarti harga roti mahal dan tak terjangkau bagi mayoritas keluarga menengah ke bawah.
Akhirnya beberapa keluaga beralih ke menu alternatif yakni beras dan pasta.
Situasi kian memburuk akibat pasar gelap makanan dan praktek monopoli. Harga-harga grosir melonjak 30 persen terlepas dari ketersediaan pasokan di pasar-pasar umum.
Timbul pula kecemasan diakibatkan kekurangan pasokan medis dan obat-obatan untuk anak-anak dan pasien penyakit kronis. Pasalnya sejumlah apotik dipaksa tutup seiring pemberlakukan jam malam.
Sedangkan impor bahan pangan dari luar sepenuhnya ditangguhkan. Kondisi itu membuat orang-orang cenderung berebut menyimpan stok makanan, terutama roti.