REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK--Mantan Presiden AS, Jimmy Carter dituntut harus membayar denda senilai 5 juta dolar AS di pengadilan federal, New York, Selasa (1/2) lantaran bukunya yang berjudul Palestina: Perdamaian bukan Apartheid dinilai telah memuat informasi yang tidak benar dan memancing sikap anti Israel.
Tuntutan itu disampaikan pengacara Nitsana Darshan dan David Schoen yang menilai buku karya Carter itu telah melanggar undang-undang perlindungan kepentingan konsumen negara bagian New York. Dalam buku itu dicantumkan pernyataan yang menyebutkan umumnya sikap Israel tdak masuk akal dan Suriah tidak termasuk negara seperti Israel. Informasi yang disampaikan tidak akurat dan hanya mengkritisi Israel.
Melalui bukunya itu Carter dianggap memiliki agenda propaganda anti Israel dan memberikan informasi yang tidak akurat. Hal itu sama dengan perbuatan menipu dalam kegiatan berbisnis.
Menurut siaran pers yang disampaikan kedua pengacara itu juga disebutkan tuntutan itu adalah yang pertama diajukan kepada seorang mantan Presiden dan sebuah penerbitan. Kedua pengacara itu menggunakan aturan tentang perlindungan konsumen terkait publikasi informasi yang tidak akurat. ''Isi buku itu tidak berdasar dan tidak mewakili kejadian yang sesungguhnya. Apa yang dibahas orang saat ini tentang Israel berdasarkan pada keyakinan orang atas apa yang selama ini terjadi,'' kata Schoen dalam surat elektroniknya seperti dikutip The Jerusalem Post.
Menurutnya pernyataan mantan seorang presiden yang tidak berdasar merupakan tindakan yang merugikan bagi hubungan dengan rekan dekatnya, pendukung dan orang kepercayaan. Mereka akan berpaling dan mereka akan menyampaikan kebohongan itu apa adanya.
Pihak penerbit buku tersebut, Simon and Shuster juga dikecam karena mengiklankan buku itu sebagai buku non fiksi. Adam Rothberg juru bicara Simon and Shuster menyebut tuntutan itu sama dengan membelenggu kebebasan orang untuk berpendapat. Pihaknya juga tidak akan menolak untuk hadir dalam persidangan. Sedangkan Presiden Carter sendiri tidak memberikan komentar.
Menurut Antiwar.com sejauh ini pengajuan perkara hukum yang melibatkan pengarang dan diduga adanya praktek fitnah terhadap sebuah pemerintahan ataupun sekutunya, meski hal itu terjadi di Timur tengah yang dianggap diktator, banyak yang gagal ketika diproses secara hukum di AS. Ketentuan perlindungan Konsumen di New York juga tidak secara eksplisit melarang mengkritik kebijakan Israel meski hal itu hanya karya yang bersifat non fiksi.