REPUBLIKA.CO.ID,MOSKOW - Presiden Rusia, Dmitry Medvedev, akan lebih sering mengunjungi Kepulauan Kuril yang masih menjadi sengketa. Meskipun, tindakannya itu dapat membuat Tokyo marah. Demikian kata kepala staf Kremlin dalam pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Jepang, Seiji Maehara.
Ketegangan telah meningkat sejak November ketika Medvedev menjadi pemimpin Rusia pertama yang mengunjungi salah satu pulau sengketa dan hanya berjarak 7.000 kilometer dari Moskow. Menteri Pertahanan Rusia, Anatoly Serdyukov, pekan lalu mengunjungi personel militer yang ditempatkan di pulau itu. "Presiden dan sejumlah pejabat lain akan lebih sering berkunjung ke seluruh wilayah Rusia, termasuk Kepulauan Kuril," kata Kepala Administrasi Kepresidenan, Sergei Naryshkin.
Dia mengatakan pernyataan Perdana Menteri Naoto Kan yang menyebutkan kunjungan Medvedev adalah "ketidaksopanan tak termaafkan" itu dapat diartikan bahwa diskusi terkait sengketa wilayah Kuril merupakan hal yang percuma. Namun, ia menambahkan bahwa Rusia masih berkeinginan untuk mendiskusikan perjanjian damai antara kedua negara.
Tentara Soviet menduduki empat pulau di Pasifik Utara itu -- yang dikenal sebagai teritorial utara di Jepang -- pada akhir Perang Dunia Kedua. Konflik saling mengklaim itu telah mencegah Rusia dan Jepang menandatangani perjanjian damai.
Pada Rabu, Medvedev memerintahkan penempatan sejumlah persenjataan tambahan di kepulauan itu. Kuril disebut sebagai wilayah strategis Rusia. Maehara menjawab dengan mengatakan bahwa keputusan Tokyo tetap tak tergoyahkan. Dalam sebuah sesi jumpa pers setelah berdialog dengan Maehara pada Jumat, Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov mengatakan bahwa Moskow akan sangat senang melihat investasi dari China, Korea, dan Jepang di kepulauan itu.