REPUBLIKA.CO.ID,PANDEGLANG-Beberapa potong pakaian masih tergantung di tali jemuran yang dibentangkan di depan rumah. Hari sudah malam, namun lampu penerang di halaman rumah yang berada di Komplek RSS Pemda, Kelurahan Banjarsari, Cipocok Jaya, Serang, Banten, ini tetap padam.
Pemilik rumah tampaknya pergi dengan terburu-buru karena membiarkan pakaian dan lampu dalam kondisi seperti itu. Sejak bentrokan yang melibatkan warga dengan jemaat Ahmadiyah pecah di Cikeusik, Pandeglang, Banten, Ahad (6/2) lalu, sang penghuni, Arif Rahman (40 tahun), mendadak raib.
Hingga kemudian namanya disebut-sebut sebagai sosok yang merekam insiden Cikeusik hampir sepekan setelah peristiwa berdarah tersebut. Rekaman insiden Cikeusik sempat membuat heboh khalayak termasuk warga di sekitar rumah Arif yang tak tahu bahwa pria inilah yang telah merekamnya. ''Ternyata yang meliputnya adalah warga saya,'' kata Ahmad Rizik, ketua RT setempat kepada Republika Selasa (15/2).
Warga tidak terlalu mengenal Arif dan keluarganya. Mungkin lantaran kesibukannya membuat Arif jarang bersosialisasi dengan masyarakat di sekeliling rumahnya. Karena itu pula, tak banyak warga yang mengetahui bahwa Arif merupakan anggota Ahmadiyah. Kecuali Yayan Edicandra, tetangga dekat Arif. ''Memang dia ikut Ahmadiyah, cuma saya tidak tahu persisnya,'' ungkap Yayan.
Terlepas dari aktivitas di Ahmadiyah, Yayan dan warga mengakui kepiawaian Arif dalam merekam peristiwa. Warga bahkan tak jarang meminta bantuannya untuk mendokumentasikan kegiatan kemasyarakatan atau hajatan. Kepiawaian itu tampaknya terasah secara otodidak sejak Arif menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Balai Pelestarian Peninggalan Purbakal (BP3) Serang.
Sebagai staf Kelompok Kerja Dokumentasi dan Publikasi BP3 Serang, Arif sering ditugasi merekam peristiwa menggunakan kamera video. Dia juga memiliki usaha sampingan ‘video shooting’. ''Dia sering diminta meliput pernikahan. Pekerjaan sampingan kalau libur,'' kata Judi Wahjudin, kepala BP3 Serang.
Arif sudah menjadi PNS sejak 15 tahun yang lalu dan memiliki kondite yang bagus. Dia pernah juga dipercaya menjadi koordinator Museum Situs Kepurbakalaan Banten Lama selama dua tahun. Tapi, dia dianggap menyalahgunakan pekerjaannya karena kerap menjadikan museum kebanggaan masyarakat Banten ini sebagai markas dan tempat ibadah jemaat Ahmadiyah.
Kegiatan Arif tersebut terendus akhir 2010 lalu, hingga dia ditarik kembali menjadi staf BP3 Serang. Kakak kandung Arif, Syarif Ahmadi, dan adik iparnya, Alfi Syahri, juga menjadi PNS di BP3 Serang. Keduanya juga jemaat Ahmadiyah.
Selain Arif, Alfi rupanya ikut pula dalam rombongan jemaat Ahmadiyah yang bertamu ke rumah Ismail Suparman, pimpinan jemaat Ahmadiyah di Cikeusik. Arif luput dari aksi massa karena berpura-pura sebagai wartawan dari sebuah televisi nasional yang sedang meliput bentrokan Cikeusik, sedangkan Alfi selamat setelah kabur dari rumah Suparman dan diselamatkan polisi.
Video rekaman insiden Cikeusik ini kemudian beredar di masyarakat. Adalah penggiat Human Rights Watch (HRW), Andreas Harsono, yang kali pertama mengunggah rekaman ini ke situs Youtube. Kepada Republika, Andreas mengaku menerima 28 file video yang seluruhnya berdurasi sekitar setengah jam dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). JAI, dikatakannya, meminta HRW untuk memublikasikannya agar diketahui masyarakat.
Dipilihlah file video berdurasi sekitar 4 menit 14 detik yang sudah diedit untuk diunggah. Dalam video ini terlihat sejumlah massa yang menggunakan tanda berupa pita biru mendatangi rumah Suparman. Jelas terlihat adanya bentrokan. Tampak pula, massa merusak rumah serta kendaraan bermotor yang diparkir di halaman, dan adegan diakhiri dengan gambar massa yang sedang memukuli seorang anggota jemaat Ahmadiyah yang sudah tersungkur kaku.
Kontan video ini membuat gegar masyarakat. Kecaman mengalir kepada kelompok penyerang yang dinilai berbuat kejam dan sebaliknya, Ahmadiyah dianggap menjadi korban. Seperti dikatakan Andreas, HRW menerima 28 file insiden Cikeusik dari Ahmadiyah. Namun tak dijelaskan mengapa video berdurasi empat menit itu dulu yang ditampilkan ke publik.
Padahal, Arif mengambil gambar cukup panjang. Sebelum bentrokan, Arif juga mendokumentasikan pertemuan antara Deden Sujana, amir atau pemimpin perjalanan 17 orang Ahmadiyah ke Cikeusik, dengan Kanit Intel Polsek Cikeusik Aiptu Hasan di rumah Suparman. Polisi meminta agar jemaat Ahmadiyah segera dievakuasi seperti halnya Suparman dan keluarganya yang sehari sebelumnya telah diamankan ke Polres Pandeglang.
Dalam rekaman tersebut, Deden terlihat menolak ajakan Hasan untuk dievakuasi. ''Lepasin saja. Biar saja kita bentrok, biar seru. Kan asyik Pak. Masa kita diginiin diam saja Pak. Biar banjir darah di sini,'' demikian kata Deden dalam cuplikan pembicaraan tersebut.
Mendengar jawaban dari Deden ini, Hasan mengatakan, ''Saya sih tidak mengharapkan begitu''. Hasan pun menjelaskan bahwa massa telah berada di jalan yang menuju ke arah rumah Suparman. Belakangan, penggalan video ini muncul pula di Youtube.
Dalam video yang direkam oleh Arif itu juga sudah terlihat sejumlah anggota Dalmas, berikut 2 unit truk polisi di Jalan Raya Cikeusik, persis di depan rumah Suparman saat negosiasi berlangsung. Kedua truk tersebut hanya pindah parkir sekitar 50 meter ke kanan dan kiri rumah Suparman, sebelum bentrokan terjadi.
Terlihat juga dalam video, Deden merupakan orang pertama yang melontarkan pukulan ke wajah salah seorang dari kelompok massa berpita biru. Setelah itu, bentrokan pun pecah. Awalnya, beberapa orang berpita biru ini sempat mundur karena perlawanan dari jemaat Ahmadiyah.
Kemudian mereka mengajak massa yang masih berada di belakang yang jumlahnya ratusan, bahkan mencapai 1.500 orang, untuk ikut membantu menyerang jemaat Ahmadiyah, sehingga di ujung bentrokan tiga orang anggota Ahmadiyah tewas. Sementara, Arif, Sang Peliput, kini berada di dalam perlindungan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).