REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA - Kepala Polda Jawa Timur, Irjen Badroddin Haiti, membantah pihaknya kecolongan dalam mencegah terjadinya penyerangan Ponpes Al Ma'hadul Islam Yayasan Pesantren Islam (Yapi) di Desa Kerep, Kecamatan Beji, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, Selasa (15/2), yang dilakukan ratusan massa kelompok pengajian Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Aswaja). Badroddin menjelaskan polisi sebenarnya sudah mendeteksi bakal muncul gesekan keras antara dua belah pihak yang bertikai beberapa hari sebelum kejadian. Karena itu, pihaknya menawarkan untuk menempatkan satu peleton petugas keamanan berpakaian dinas untuk menjaga ponpes yang mengajarkan aliran Syiah tersebut.
"Sayangnya, tawaran kami ditolak pengurus yayasan yang meminta polisi penjaga agar berpakaian preman saja demi kenyamanan belajar santri. Karena ditolak itulah, polisi ditarik dari situ dan akhirnya terjadi bentrok," beber Badroddin saat bertemu dengan Gubernur Jatim, Soekarwo, di Markas Polda Jatim, Jalan Ahmad Yani, Surabaya, Rabu (16/2).
Menurut Badroddin, pemicu penyerangan ponpes didasarkan atas dendam lama antara pengurus Ponpes Al Mahadul Islam Yapi dengan massa kelompok Aswaja. Dua kelompok tersebut, kata Badroddin, memiliki sejarah buruk dan gampang terprovokasi jika saling bertemu.
"Dari data yang dihimpun di lapangan, pemicunya adalah konflik khilafiyah dan masalah akidah. Masalah sensisitif itu tak bisa diselesaikan dengan hukum saja yang pasti tidak mampu mengakomodir semuanya, tapi membutuhkan peranan pemuka agama untuk terlibat menyelesaikan masalah itu," papar Badroddin.
Soekarwo memuji langkah cepat polisi dalam meredam konflik yang berpotensi menyeret berbagai pihak tersebut. Soekarwo memastikan bahwa kasus itu murni tak ada hubungannya dengan penistaan ajaran agama, melainkan perbedaan cara pandang dalam menyikapi aliran dalam Islam. "Untung polisi bertindak cepat sehingga konflik dapat diredam dan pelaku langsung diperiksa. Sehingga bentrokan tidak meluas," kata Soekarwo.