REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kementerian Dalam Negeri menyatakan belum menemukan bukti adanya ormas yang melakukan pelanggaran, sehingga sampai saat ini belum ada ormas yang akan dibubarkan. "(Arahan) Presiden jelas saya rasa, bagaimana penegak hukum harus bisa memberi bukti (pelanggaran ormas), selama ini belum ada. Ada pelanggaran tetapi bersifat perorangan," kata Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kemendagri, Tantribali Lamo, sebelum melakukan sosialisasi verifikasi parpol di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Jakarta, Rabu.
Sebelumnya, ketika menyampaikan sambutan pada peringatan Hari Pers Nasional di Kupang, beberapa waktu lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menegaskan akan bertindak tegas membubarkan organisasi masyarakat (ormas) anarkis. Lebih lanjut, Tantri menerangkan bahwa pembuktian menjadi hal penting dan hingga saat ini hal tersebut belum ada. "Bagaimana kita bisa tindak (terkait dengan peristiwa Cikeusik dan Temanggung) kalau tidak ada bukti".
Terkait dengan adanya ancaman dari Ormas Islam yang justru akan "menurunkan" Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden jika tidak membubarkan Ahmadiyah, Tantri menegaskan bahwa hal tersebut tidak benar. Ia mengatakan bahwa hasil pertemuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dengan para pimpinan ormas seperti Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Riziq Shihab, semua bersedia bersama-sama mendiskusikan permasalahan tidak dengan cara kekerasan. "Tidak seperti itu, pimpinannya (ormas Islam) juga sudah diajak bicara, tidak seperti itu bicaranya (akan 'menurunkan' presiden jika tidak membubarkan Ahmadiyah)," ujar dia.
Secara perorangan, ia mengatakan bahwa memang terdapat pelanggaran. Dan berdasarkan data, pelanggaran perorangan sejak 2009 hingga 2010 lalu lebih dari 100 pelaku. "Pelanggaran ada tapi baru perorangan dari tahun 2009 hingga 2010, lebih dari 100 orang. Proses hukum tetap berjalan jika dari kepolisian bisa memberi bukti," katanya.
Lebih lanjut, Tantri mengatakan bahwa dari hasil rapat internal Kemendagri bulan November 2010 proses hukum terhadap lebih dari 100 orang anggota ormas yang bertindak anarkis diproses secara hukum. Beberapa diantaranya sedang diajukan ke pengadilan, beberapa lagi sudah vonis, dan ada pula yang berstatus P21 (siap dilimpahkan ke pengadilan).
Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar yang dimintai pendapat terkait dengan pembubaran ormas anarkis menjadi kewenangan Mendagri. "Ya itu (ormas) sudah bertemu dengan Mendagri, kita tunggu dari Mendagri. Kalau ormas di sana (Kemendagri) kalau bicara soal badan hukum ormasnya baru di sini (Kemenkumham).
Patrialis pun menolak berkomentar soal penyerangan terakhir yang terjadi di salah satu pesantren di Pasuruan, Jawa Timur. Ia masih menunggu hasil kajian Badan Litbang Hak Asasi Manusia Kemenkumham.