REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Para pemuka dan tokoh agama diminta menyamakan persepsi tentang berbagai kasus kekerasan yang melibatkan umat beragama. Kekerasan yang terjadi bukan murni dipicu oleh faktor agama. Demikian diungkapkan oleh Sekjen Internasional Conference of Islamic Sholar (ICS), Hasyim Muzadi.
“Saya yakin masalah-masalah prinsip para tokoh punya kebijakan sama,”kata dia
Hasyim yang berbicara dalam pertemuan tokoh-tokoh nasional di Jakarta, Jumat (18/2), itu mengatakan kasus-kasus yang melibatkan umat beragama mesti didudukan secara proporsional dan komprehensif. Faktor non-agama yang mempunyai andil memicu kerusuhan adalah faktor administratif atau legal formal menyangkut kepatuhan terhadap peraturan dan undang-undang yang berlaku. Hal tersebut baik di tingkat pemeluk agama ataupun pemerintah.
Dikatakan Hasyim, faktor non-agama lainnya yaitu faktor lingkungan yang menonjolkan sikap berlebihan baik dari kelompok mayoritas ataupun minoritas. Bagi mayoritas Muslim misalnya, tindakan overacting membela agama tidak seimbang dengan toleransi dan hak beragama orang lain dalam lingkungan kewarganegaraan di Republik Indonesia. Sedangkan aksi overacting dari komunitas minoritas adalah aktivitas yang menyulut provokasi dan kemarahan kaum minoritas.
“Untuk itu, selesaikan masalah dengan kekeluargaan,” kata dia
Politikus Partai Bulan Bintang, MS Kabban, mengatakan masyarakat tidak antipasi terhadap demokrasi. Tetapi, kenyataannya masyarakat Indonesia terseret dalam pola pikir yang mengedepankan kebebasan. Padahal, semestinya kebebasan tersebut harus dibatasi dengan etika dan akhlak. “Kebebasan perlu direm dengan akhlak atau regulasi yang tegas,” kata dia.