REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ahli hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, Zen Zanibar, mengatakan, pasal Pengunduran Diri Sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk TNI, Polri, dan pengurus BUMN/BUMD bagi calon anggota DPD adalah diskrimantif.
"Pengaturan diskriminatif itu bertentangan dengan prinsip negara hukum yang mewajibkan perlakuan yang sama dihadapan hukum dan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945," katanya di Jakarta, Rabu (2/3).
Pernyataan Zen Zanibar itu disampaikan saat menjadi ahli pemohon Uji materi Pasal 12 huruf k junto Pasal 67 ayat (2) UU No.10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD (UU Pemilu Legislatif) di Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Rabu.
Uji materi ini diajukan oleh Muhammad Abduh Zen yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan karena harus mengundurkan diri dari Dosen Universitas PGRI Palembang dengan pangkat IIIc ketika mencalonkan diri sebagai anggota DPD.
Menurut Zen Zanibar, Pasal 12 huruf k jo Pasal 67 ayat (2) UU Pemilu Legislatif mewajibkan calon anggota DPD yang berstatus PNS mengundurkan diri saat mencalonkan diri dan pengunduran diri itu bersifat permanen.
Namun, lanjutnya, dalam Pasal 17 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK tidak terdapat aturan yang mengharuskan hakim konstitusi mengundurkan diri dari PNS, kecuali hanya larangan rangkap jabatan sebagai PNS/pejabat negara/advokat/anggota parpol/pengusaha. Demikian pula Pasal 26 UU No.22/2004 tentang Komisi Yudisial (KY) tidak mengharuskan calon komisioner KY mengundurkan diri dari PNS.
Sementara Pasal 11 UU Kepegawaian sendiri jika PNS yang diangkat sebagai pejabat negara diberhentikan dari jabatan organiknya tanpa kehilangan status PNS-nya. Setelah selesai menjalani tugasnya sebagai pejabat negara dapat diangkat kembali dalam jabatan organiknya selama belum memasuki masa pensiun, katanya.
"Aturan itu sekaligus memperlihatkan kesungguhan menghormati hak pejabat orgainik dan PNS untuk tetap berperan serta dalam penyelenggaraan negara," kata Zen. Dia menilai UU Kepegawaian sudah tepat memperlakukan PNS sebagai pejabat administrasi secara adil ketika berpeluang menjadi pejabat negara.
Dengan demikian terdapat perbedaan pengaturan soal keharusan pengunduran diri bagi PNS yang mencalonkan diri sebagai anggota DPD dengan calon anggota lembaga lain, sehingga terjadi diskriminasi.
Sementara pihak pemerintah yang diwakili Staf Ahli Mendagri Suwarno mengkritik alasan permohonan yang semata-mata lantaran pemohon tidak terpilih sebagai anggota DPD pada Pemilu 2009 lalu. "Jika pemohon terpilih sebagai anggota DPD, pastinya pemohon tidak akan menguji pasal itu," kata Suwarno.
Pemerintah menyatakan Pasal 12 huruf k dan Pasal 67 ayat (2) UU Pemilu Legislatif tidak bertentangan dengan UUD 1945. Suwarno menyatakan kerugian yang dialami pemohon bukanlah kerugian konstitusional, melainkan kerugian akibat pilihan hukum yang diambil untuk mengundurkan diri sebagai PNS lantaran akan mencalonkan diri sebagai calon anggota DPD.
"Pasal 12 huruf k dan Pasal 67 UU Pemilu Legislatif itu tidak bersifat paksaan, sebab, pemohon dapat memilih tidak mundur dari Kementerian Pendidikan Nasional dengan tidak menjadi calon anggota DPD," kata Suwarno.