REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Komisi VIII DPR mempertanyakan sikap Polri yang tidak kunjung menjadikan jamaah Ahmadiyah menjadi salah satu tersangka dalam aksi kekerasan Cikeusik yang melibatkan jamaah Ahmadiyah dengan masyarakat. Hal itu karena jamaah Ahmadiyah juga melakukan penghasutan dan pelanggaran SKB tentang Ahmadiyah.
Hal tersebut disampaikan anggota Komisi VIII, Hasrul Azwar, dalam rapat bersama Kabareskrim Polri, Komjen (Pol) Ito Sumardi, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/3). “Saya juga minta pihak Ahmadiyah harus ada yang jadi tersangka. Apalagi ini terkait ilmu viktimologi, ilmu sebab akibat,” kata Hazrul.
Dalam kasus kekerasan Cikeusik, Hasrul menilai pihak Gerakan Muslim Cikeusik menjadi terpojokan karena semua tersangka berasal dari mereka. “Berdasarkan catatan kami, Arif yang perekam adalah orang yang sama yang merekam di Kuningan. Kapan Ahmadiyah Cikeusik jadi tersangka? Yang menjadi calon tersangka adalah Deden, kenapa Arif dan Suparman tidak jadi tersangka,” katanya.
Hasrul mengatakan penetapan status tersangka bagi jamaah Ahmadiyah itu bisa dengan alasan melanggar UU No 1/1965 tentang penistaan agama dan SKB tiga menteri tentang Ahmadiyah. “Ini bisa dijadikan Polri untuk tersangka,” kata Hasrul.
Dari berbagai informasi, kata Hasrul, diketahui bahwa Suparman telah melanggar niat untuk membaur dengan masyarakat. “Jangan yang selalu dipojokan umat Islam,” katanya. Jamaah Ahmadiyah yang harus ditahan Polri. Jangan hanya Deden yang ditahan, tetapi penggerak dan pemicunya juga.