Senin 14 Mar 2011 14:26 WIB

Pemanfaatan Aset Negara oleh TNI Ditertibkan

Rep: M Ikhsan Shiddieqy/ Red: Djibril Muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tinjauan di lapangan memperlihatkan bahwa banyak tanah dan bangunan tergolong Barang Milik Negara (BMN) di lingkungan TNI yang dimanfaatkan. Tanah dan bangunan itu sebelumnya dalam keadaan idle, lalu dikerjasamakan dengan pihak lain. Kementerian Pertahanan segera melakukan penertiban terhadap aset negara itu karena pemanfaatannya menyimpang.

"Pemanfaatannya kurang tepat, sehingga perlu ditata dan ditertibkan," kata Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan, Laksamana Muda (TNI) M Jurianto, di Kemhan, Senin (14/3). Menurut dia, sebagai Barang Milik Negara, maka kerjasama atau proses lain yang terkait tanah dan bangunan itu seharusnya masuk ke kas negara secara maksimal. Dalam melakukan penertiban, Kemhan mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No 23/2010.

Jurianto tidak menyebut luasan lahan dan bangunan yang harus ditertibkan, termasuk nilai uang dari aset itu. Namun, dia menyebut ada 15 bidang lahan yang ditertibkan di lingkungan Mabes TNI, 954 bidang di TNI AD, 246 bidang di TNI AL, dan 75 bidang di TNI AU. Dari jumlah itu, satu bidang tanah di Mabes TNI sedang dalam proses penertiban, 946 bidang di TNI AD, 240 bidang, dan TNI AU 62 bidang.

"Dari hasil inventarisasi, maupun tinjauan lapangan dalam kerangka tugas tim, kita inventarisasi ada banyak bidang BMN yang dimanfaatkan, tanah maupun bangunan," kata Jurianto. Pemasukan atas pemanfaatan BMN itu harus masuk ke kas negara secara maksimal. Upaya itu merupakan pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh tim yang menangani pengendalian bisnis TNI.

"Harus ada nilai tambah yang diperoleh negara," ujar Jurianto. Pemanfaatan BMN oleh TNI yang dikerjasamakan ke pihak lain sebenarnya masuk ke kas negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak yang disesuaikan dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Kemhan ingin pemasukan itu dimaksimalkan, sehingga perlu adanya penertiban.

Penertiban itu merupakan bagian dari pengambialihan bisnis TNI yang merupakan amanat UU No 34/2004, yang disebutkan bahwa proses pengambilalihan bisnis TNI harus tuntas lima tahun sejak berlakunya UU itu. Menurut Jurianto, pemerintah secara resmi mulai mengambil alih bisnis TNI sejak 11 Oktober 2009 melalui Peraturan Menteri Pertahanan No 22/2009, disusul keluarnya Peraturan Panglima TNI pada Desember 2009 dan Permenkeu No 23/2010.

Dari peraturan perundang-undangan itu, terbentuk tiga tim untuk melakukan pengambilalihan bisnis TNI, yakni Tim Supervisi dan Transformasi Bisnis TNI diketuai Sesmen BUMN, TNI Nasional Pengalihan Bisnis TNI diketuai Ery Riyana Hardjapamekas, dan Tim Pengendali Pengalihan Bisnis TNI diketuai Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemhan. Pengambilalihan juga mencakup penataan koperasi dan yayasan yang harus dimanfaatkan untuk kepentingan internal prajurit saja.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement