REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penggunaan tahawwut (hedging) di perbankan syariah cepat atau lambat akan menjadi sesuatu yang dibutuhkan industri. Perkembangan perbankan syariah yang pesat dengan rata-rata pertumbuhan 30 persen menjadi salah satu faktor dibutuhkannya tahawwut di masa mendatang.
Direktur Utama Bank Syariah Mandiri (BSM), Yuslam Fauzi, mengatakan ke depannya perbankan syariah memang memerlukan produk hedging. “Sekarang kita memang belum butuh-butuh amat tapi dengan perkembangan bank syariah yang cukup pesat dan sebagian bank konvensional juga punya hedging, maka cepat atau lambat hedging akan mulai diperlukan bank syariah,” kata Yuslam.
Yuslam yang juga adalah Ketua Kompartemen Perbankan Syariah Perbanas menuturkan hedging diperlukan perbankan syariah sebagai langkah untuk mengamankan transaksi yang memiliki risiko, bukan untuk berspekulasi. Pihaknya pun akan mengajukan hedging dalam pertemuan antara DSN dengan BI pada awal tahun depan.
Sementara, Kepala Divisi Syariah PermataBank, Achmad K Permana, mengatakan dengan total aset perbankan syariah yang hampir mencapai Rp 100 triliun hedging mulai dibutuhkan. Ia mencontohkan pembiayaan properti jangka panjang yang terkadang sampai 10 tahun agak sulit dilakukan oleh bank syariah karena dana yang diperoleh bank lebih bersifat jangka pendek.
“Misalkan kalau tahun pertama margin pembiayaan ekuivalen 10 persen, lalu di tahun kedua tiba-tiba naik jadi 15 persen, maka bank akan langsung negatif. Untuk itu hedging diperlukan agar bisa mengcover risiko itu,” ujar Permana.