Jumat 21 Feb 2025 21:32 WIB

BI Rilis Bulan Pembiayaan Syariah 2025

Menurut data BI, kinerja ekonomi syariah pada 2024 tumbuh positif.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
BI melakukan kick off Bulan Pembiayaan Syariah 2025 sebagai langkah kolaborasi dalam mendukung pertumbuhan eksyar. (ilustrasi)
Foto: Dok Republika
BI melakukan kick off Bulan Pembiayaan Syariah 2025 sebagai langkah kolaborasi dalam mendukung pertumbuhan eksyar. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -– Bank Indonesia (BI) merilis Kajian Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia (KEKSI) 2024 yang menunjukkan kinerja ekonomi syariah pada 2024 tumbuh positif. Bersamaan dengan itu, BI juga melakukan kick off Bulan Pembiayaan Syariah 2025 sebagai langkah kolaborasi dalam mendukung pertumbuhan eksyar. 

Mengutip keterangan resmi BI, hasil KEKSI 2024 menunjukkan, kinerja ekonomi dan keuangan syariah atau eksyar Indonesia terus menunjukkan tren positif sepanjang 2024, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Sektor unggulan halal value chain (HVC) terus tumbuh dan menopang lebih dari 25 persen ekonomi nasional, didorong oleh kinerja sektor makanan-minuman halal dan fesyen muslim, pariwisata ramah muslim, dan pertanian. 

Baca Juga

Capaian intermediasi perbankan syariah juga terus mencatat pertumbuhan positif dan menunjukkan ketahanan industri keuangan syariah. Itu tercermin dari pembiayaan perbankan syariah yang mencatatkan pertumbuhan 9,87 persen (year on year/yoy) pada Desember 2024 dan kinerja keuangan sosial syariah pada 2024 tumbuh 4,7 persen (yoy). 

Di samping itu, Indeks Literasi Eksyar 2024 berdasarkan survei yang dilakukan BI juga mengalami peningkatan menjadi 42,84 persen, dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 28,01 persen. 

Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti menyampaikan, BI berkomitmen mendukung pengembangan ekonomi syariah (eksyar) melalui bauran kebijakan BI. Pada 2025, kebijakan eksyar akan ditempuh sejalan dengan dukungan BI pada Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

Yakni yang pertama, penguatan operasi moneter syariah. Diantaranya dari sisi instrumen, pelaku pasar, dan regulasi untuk memengaruhi kecukupan likuiditas di pasar uang dan pasar valas syariah (PUVA), selaras dengan penerbitan Blueprint Pengembangan Pasar Uang dan Pasar Valas (BPPU) 2030 yang juga mencakup pengembangan pasar uang syariah. 

Kedua, BI menjaga kewajiban Giro Wajib Minimum (GWM) dan Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) bank umum syariah untuk mendorong peningkatan likuiditas perbankan syariah, masing-masing sebesar 7,5 persen dan 3,5 persen. Angka itu lebih longgar dibandingkan kewajiban pada bank umum konvensional sebesar 9 persen dan 5 persen. Selain itu, perbankan syariah juga turut memeroleh manfaat dari instrumen Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). 

Destry menambahkan, ke depan selaras dengan upaya mendukung Asta Cita, berbagai program penguatan ekosistem HVC melalui program pendampingan, pemberdayaan, maupun peningkatan literasi produk halal, diharapkan mampu meningkatkan lapangan kerja yang berkualitas, mendorong kewirausahaan, serta mengembangkan industri kreatif.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae menyampaikan capaian positif eksyar Indonesia perlu terus dilanjutkan, di tengah berbagai tantangan dan ketidakpastian yang akan dihadapi di 2025. 

Ekonomi nasional yang diprakirakan tetap tumbuh serta implementasi beberapa program prioritas nasional seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan pembangunan 3 juta perumahan dapat menjadi peluang bagi lembaga jasa keuangan syariah untuk berkontribusi lebih besar dalam mendukung perekonomian domestik. 

Lebih lanjut, Dian menyamapikan, untuk mengakselerasi pertumbuhan industri perbankan syariah nasional, pada 2025 OJK mengarahkan kebijakan pada lima aspek peningkatan kapasitas sekaligus keunikan model bisnis perbankan syariah. 

Pertama, konsolidasi bank syariah dan penguatan unit usaha syariah (UUS) yang dilakukan dengan mendukung proses spin-off agar menghasilkan bank umum syariah dengan kapasitas besar, sehingga mendukung perbaikan struktur industri perbankan syariah. Kedua, finalisasi pembentukan Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS) untuk memperkuat tata kelola syariah dan mengakselerasi pertumbuhan industri. 

Ketiga, penyusunan berbagai pedoman produk perbankan syariah dan pelaksanaan pengembangan produk dengan kekhususan syariah (sharia-based products). Keempat, penguatan peran perbankan syariah dalam ekosistem ekonomi syariah. Dan yang kelima, peningkatan peran perbankan syariah di sektor UMKM dengan peningkatan akses dan pendampingan perbankan syariah bagi UMKM yang unbankable.

Dalam momentum yang sama pula, Kick Off Bulan Pembiayaan Syariah 2025 menandai dimulainya kolaborasi dan sinergi seluruh mitra eksyar nasional untuk mendorong linkage pembiayaan (komersial dan sosial) syariah. 

Bulan Pembiayaan Syariah 2025 difokuskan untuk mendorong skema pembiayaan syariah inovatif integrasi komersial-sosial berbasis wakaf. Seperti Cash Waqf Linked Deposit (CWLD) dan/atau pembiayaan perumahan di atas tanah wakaf untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan skema Sukuk Linked Wakaf (SLW). 

Rangkaian kegiatan Bulan Pembiayaan Syariah terdiri dari forum sinergi dan kolaborasi lintas kementerian/lembaga (K/L) dan industri jasa keuangan syariah, talkshow  produk pembiayaan syariah, dan program kampanye dan/atau promosi produk keuangan syariah oleh seluruh institusi jasa keuangan. Juga kegiatan business matching pembiayaan syariah, penjualan produk halal bagi pelaku usaha syariah, serta kesepakatan bisnis dan pembiayaan. 

Rangkaian kegiatan akan terus berlangsung hingga pelaksanaan 12th Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) pada Oktober 2025 mendatang. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement