JAKARTA--Tiga hari telah berlalu. Namun, sisa prahara Priok itu terus membara. Betapa tidak, nyawa-nyawa orang tidak berdosa melayang demi mempertahankan apa yang mereka anggap sebuah kebenaran. Satpol PP, menganggap tugas mereka adalah bentuk pengabdian pada negara, sementara warga membela mati-matian penggusuran Makam Syekh Hasan bin Muhammad Al-Haddad atau yang dikenal dengan sebutan Makam Mbah Priok. Mereka yakin, sedang berjuang membela wali Allah.
Warsito Supono, salah satu anggota Satpol PP telah jadi korban perseteruan itu. Ia harus rela mengakhiri hidupnya di sebuah medan, tempat ia menjalankan tugas, yakni di jalan menuju Makam Mbah Priok, Rabu (14/4) lalu. Ia mungkin memang dilema, di satu sisi, ia harus memenuhi tugasnya mengusur Makam Mbah Priok. Di sisi lain, ia harus berhadapan dengan rakyat.
Malam hari bentrokan, yakni Rabu (14/4) malam, sekitar pukul 22.00 WIB, dua orang wartawan, mengantarkan handphone Warsito kepada keluarganya di Jalan Lontar IV, Blok G, nomor 6, Tugu Utara, Kecamatan Koja. Saat itu, Bambang Ganepo Supono, sang kakak korban, menerima HP itu. "Saat mengetahui itu, saya langsung mencari bersama istrinya, ke Rumah Sakit Koja,” kata Bambang, saat ditemui di rumahnya, Jumat (16/4) lalu.
Namun, RS Koja, belum bisa mengizinkan kehadiran mereka, karena alasan identifikasi di rumah sakit belum selesai. Akhirnya, mereka melanjutkan pencarian ke Kantor Wali Kota Jakarta Utara, di Jalan Yos Sudarso. Di tempat itu, mereka memang tidak menemukan langsung Supono, tetapi seorang teman Warsito, yang juga anggota Satpol PP memberitahukan, jika Warsito telah meninggal. ”Dia telah tiada,” cerita Bambang mengikuti informasi anggota Satpol PP yang sudah tidak berseragam Satpol PP itu.
Setelah mengetahui, Bambang langsung kembali ke RS Koja, dan baru mendapati adiknya dalam keadaan luka-luka, giginya patah, kepala bagian belakang hancur dan punggungnya luka besar akibat tusukan. Ia sudah tidak bernyawa lagi.
Warsito, seorang anak bungsu dari 11 bersaudara dari pasangan M Parto Supono dan Sukiyah (alm). Bambang sendiri satu-satunya kakak Warsito yang berjenis kelamin pria. Ia adalah putra kesembilan. Ironisnya, kata Bambang, tanggal 18 bulan ini, Warsito akan merayakan hari ulanga tahun yang ke-44. ”Tanggal 18 ini ulang tahunnya,” kata dia sedih.
Bersama Bambang dan istrinya, Imah, di rumah itu juga tampak dua orang kakak Warsito, yakni Jekti dan Ratna. Mereka terlihat menyembunyikan perasaan duka yang mendalam. Menurut mereka, Warsito, adalah orang baik, yang hampir hari-harinya dihabiskan di kantor Wali Kota. ”Ia biasa pukul 8 berangkat, pulangnya sore, sekitar pukul 5,” Jekti menuturkan.