REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA--DPRD Jatim mendesak Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mengambil alih pengelolaan kawasan jembatan Surabaya dan Madura (Suramadu,) menyusul tidak maksimalnya peran Badan Pengembangan Wilayah Suramadu (BPWS) bentukan pemerintah pusat. "Bubarkan saja BPWS dan pengelolaan Suramadu biar diambil alih oleh Pemprov, Pemkot Surabaya dan pemerintah daerah di Madura," kata Wakil Ketua Komisi D DPRD Jatim, Mahdi, saat dihubungi dari Surabaya, Jumat (11/6).
Menurut dia, masyarakat Madura sangat berharap kesejahteraan ekonomi mereka terangkat setelah Jembatan Suramadu dibangun dan dibuka. "Namun, sampai sekarang tidak ada perubahan yang nyata yang dirasakan masyarakat," ucapnya menegaskan.
Padahal, pemerintah pusat juga telah membentuk BPWS sebagai lembaga otonom yang mengelola pengembangan kawasan itu untuk mendatangkan investor. "Itu tugas utama yang harus dilakukan BPWS ," katanya.
Terkait persoalan pendanaan sehingga BPWS tidak bisa menunjukkan perannya secara maksimal, Mahdi berkomentar itu bukan alasan yang mendasar. "Lembaga baru dibentuk, tentu sudah ada dananya. Kami tidak terima alasan tak berperannya BPWS karena terbentur masalah pendanaan," ujarnya.
Justru yang terjadi sekarang, lanjut dia, BPWS harus berhadapan dengan persoalan sosial menyusul bangunan liar milik para pedagang kaki lima (PKL) yang kian marak di sekitar jembatan yang diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009 itu.
"Harusnya sejak awal mereka ditertibkan. Kalau sekarang terlambat, apalagi jumlahnya sudah mencapai ratusan. Dan hal ini bukan tugas utama BPWS," kata Wakil Ketua Komisi Fraksi Partai Persatuan Pembangunan Reformasi itu.
Ia menilai Pemprov Jatim, Pemkot Surabaya, dan sejumlah pemerintah daerah di Madura yang mengetahui kondisi sosial dan potensi ekonomi di kawasan Suramadu, sehingga layak mendapatkan hak pengelolaan.