REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Masalah pengrusakan dan perubahan fungsi hutan di Jawa Barat (Jabar) sudah sangat memprihatinkan, bahkan diklaim sebagai kerusakan hutan paling parah di Indonesia. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar diimbau agar tidak hanya mengeluarkan slogan-slogan semata, tetapi juga melaksanakannya dengan serius.
Salah satu aktivis Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, Dadang Sudardja, mengatakan, selama ini Pemprov Jabar kurang serius dalam menangani persoalan lingkungan yang sudah sangat kritis. Ia menilai, masyarakat hanya diiming-imingi dengan slogan tanpa pembuktian yang benar.
Program-program sebelumnya, seperti Satu Juta Pohon, hingga kini belum jelas bentuk evaluasinya. Padahal permasalahan lingkungan hidup harus dilakukan secara komprehensif karena banyak kepentingan berbagai pihak di dalamnya, termasuk masyarakat.
''Saya mengapresiasi upaya Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, yang mencanangkan Jabar sebagai ‘Green Province’. Tapi jangan sampai program ini seperti program-program lainnya yang gagal,'' ujar Dadang yang dihubungi Republika melalui saluran telepon, Rabu (14/7).
Kegagalan tersebut, lanjut Dadang, dapat dilihat dari semakin berkurangnya luas hutan di Jabar. Berdasarkan data yang dimilikinya, luas hutan pada 2008, masih sekitar 30 persen dari total seluruh wilayah. Namun angka tersebut semakin berkurang menjadi kurang dari 10 persen pada tahun ini.
Dadang mengimbau kepada Pemprov Jabar untuk memiliki grand strategy dalam penanganan pengrusakan, perambahan, dan perubahan fungsi hutan di Jabar. Pemerintah juga harus menggandeng masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan hutan.
Masyarakat, keluh Dadang, banyak ditunggangi oleh berbagai kepentingan, termasuk adanya mafia atau oknum perkayuan. ''Karena mereka tidak banyak memiliki pilihan. Akses pekerjaan masyarakat di sekitar hutan pun sulit,'' jelasnya.