REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA-—Mantan kepala Divisi Regional (Kadivre) Bulog Jatim, Muharto, ditetapkan sebagai tersangka kasus penggelapan dana pembelian tanah di Jember. Bahkan, sejak Selasa (27/7), Muharto harus mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas I Medaeng, Surabaya.
Asisten Tindak Pidana Khusus (Adpidsus) Kejati Jatim, Mohamad Anwar, mengatakan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejati Jatim Nomor: Print-659/O.5/Fd.1/07/2010, Muharto harus ditahan ke Rutan Medaeng demi memudahkan pemeriksaan. “Dia akan disana (Medaenga) mulai 27 Juli hingga 15 Agustus. Masa penahanan bisa diperpanjang sesuai keperluan penyidikan,” kata Anwar di Kejati Jatim, Selasa (27/7).
Anwar yang mantan kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang tersebut menjelaskan kronologi kasus yang menimpa Muharto pada 2003 lalu. Menurut Anwar, berdasarkan Keputusan Direksi Perum Bulog Nomor Kep-01/Dirut/05/2003, Muharto berwenang menerima kuasa dari dirut Perum Bulog untuk bertindak atas nama bersangkutan.
“Atas perintah itu tersangka mendapat mandat dan berhak untuk melakukan pengadaan tanah seluas 27 ribu meter persegi yang merupakan program Bulog,” terangnya.
Kewenangan yang diberikan dirut Perum Bulog kepada tersangka berdasarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 45/11/2003, membuat Muharto mempunyai wewenang untuk melakukan pengadaan tanah tahap I seluas 2.487 meter persegi. Berdasarkan SK Nomor 06/DUOOO/03/2004, tersangka melakukan pengadaan tanah tahap II seluas 9.800 meter persegi, dan sesuai SK Nomor 06/DUOOO/03/2005, untuk pengadaan tanah tahap III seluas 8.623 meter persegi.
Muharto, tutur Anwar, bersekongkol dengan pemilik tanah Moch Ghozi, untuk melakukan penggelembungan harga tanah tiga kali lipat di atas harga objek nilai jual tanah (ONJT). Moch Ghozi yang punya utang kepada Muharto memberikan tanahnya seluas 860 meter persegi. Dengan pengadaan tanah tahap I, II, dan III, total tanah yang dibeli tersangka sekitar Rp 22 ribu per meter persegi.
Anwar menyatakan tersangka melakukan dua perbuatan melanggar hukum. Pertama, dia melakukan penyusutan pembelian tanah seluas 5 ribu meter persegi dan melakukan penggelembungan harga tanah senilai tiga kali lipat harga ONJT. “Harga tanah sesuai Keppres 55 Tahun 1999 hanya Rp 100 ribu per meter persegi dibelinya dengan harga Rp 300 ribu per meter persegi. Karena itu, berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), negara dirugikan Rp 2,2 miliar,” tukas Anwar.
Moch Ghozi pun menjadi tersangka, namun belum ditahan. Ia juga mengaku terus melakukan penyelidikan lanjutan untuk mencari tersangka lain dalam kasus itu.
“Pasti ada (tersangka lain). Kami masih menyelidikinya dan fokus pada Muharto dulu,” pungkasnya.