REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Lembaga Bantuan Hukum (LBH) DIY melaporkan 20 sekolah tingkat SMP, SMA dan SMK di DIY yang diduga telah melakukan pelanggaran pasal Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY.
Menurut kepala Divisi Ekonomi, Sosial dan Budaya (Ekosob) LBH DIY Syamsudin Nurseha, dari hasil informasi dan pengaduan dari orangtua siswa ditemukan bahwa beberapa sekolah negeri di DIY terbukti telah melakukan pelanggaran perundangan terkait pengadaan seragam dan pungutan liar di sekolah, termasuk adanya sekolah yang melakukan intimidasi terhadap siswa dan penyusunan RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah) yang tidak rasional.
Beberapa contoh pelanggaran yang dilakukan sekolah di antaranya melakukan pungutan secara liar, memberlakukan pengadaan seragam secara paksa, menarik pungutan registrasi dan her registrasi, penyanderaan ijazah dan rapor, intimidasi terhadap siswa, dan penyimpangan RAPBS serta anggaran PPDB (Pendaftaran Peserta Didik Baru), jelas Syamsudin di kantor kejati DIY, Rabu (4/8).
Dua puluh sekolah yang dilaporkan ke Kejati DIY tersebut di antaranya SMAN 1 Yogyakarta, SMAN 2 Yogyakarta, SMAN 3 Yogyakarta, SMAN 7 Yogyakarta, SMAN 8 Yogyakarta, SMAN 1 Piyungan, SMAN 1 Imogiri, MAN Wonokromo, SMAN 1 Pleret, SMAN Jetis Bantul, SMAN 2 Banguntapan, dan SMAN 1 Gamping. Di tingkat SMK adalah SMKN 1, SMKN 2, SMKN 5 dan SMKN 6 Yogyakarta.
Sementara untuk SMP adalah SMPN 9 Yogyakarta, SMPN Pleret, SMP Taman Dewasa dan SMP 3 Gamping.
''Atas dasar laporan tersebut kami telah menempuh langkah mengajukan somasi kepada pihak sekolah. Kami juga telah melakukan audiensi dengan LOD (Lembaga Ombudsman Daerah) dan Dewan Pendidikan.
Namun hingga jangka waktu dua minggu tidak ada tanggapan terhadap somasi tersebut dan kami berinisiatif untuk meneruskan kasus ini ke Kejati DIY untuk selanjutnya dilakukan penyelidikan dan penyidikan,''ungkap dia.
Dikatakan Syamsudin, dugaan penyelewengan anggaran dan pungutan di sekolah sudah masuk dalam kategori tindak pidana korupsi. Tindakan ini diduga dilakukan hampir oleh seluruh sekolah yang ada di DIY. LBH baru bisa mendapatkan data lengkap pada 20 sekolah di DIY yang melanggar undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.''Ancaman yang diberikan kepada sekolah selaku penangungjawab pelaksanaan pendidikan bisa sampai maksimal tiga tahun penjara,''ungkap dia.
Sekolah diduga telah melakukan investasi melalui berbagai upaya tersebut untuk mengambil keuntungan dari siswa. Misalnya saja setiap tahun selalu ada anggaran belanja bangunan atau anggaoran peralatan namun tidak ada wujud konkritnya. ''Untuk itu, upaya menjerat sekolah dengan proses hukum akan terus kita lakukan,'' kata dia.