Kamis 16 Sep 2010 02:05 WIB

Tak Masuk Kerja, PNS Solo Dipotong Tunjangannya

Rep: my1/ Red: irf

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO--Pemerintah Kota (Pemkot) Solo bakal memotong tunjangan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang terlambat dan tidak masuk kerja. Sanksi ini diberlakukan sebagai metode untuk mendisplinkan sekitar 10.500 PNS yang bertugas di Kota Solo.

Sekretaris Daerah Kota Solo, Budi Suharto mengungkapkan pemotongan tersebut akan mulai diujicobakan 1 Oktober mendatang. Sebagai pilot project, kebijakan tersebut akan diberlakukan pertama kali di bagian Sekretariat Daerah, di mana terdapat sekitar 325 PNS yang bertugas. “Pemotongan tunjangan ini sangat logis karena pegawai tidak memenuhi kewajibannya sehingga ada hak yang dikurangi,“ ujar Budi di Balai Kota Solo, Rabu (15/9).

Diungkapkannya, pemotongan tunjangan akan tetap diberlakukan meskipun PNS yang tidak masuk kerja atau terlambat memberikan keterangan. “Tunjangan PNS yang tidak masuk kerja karena kepentingan keluarga atau pun sakit akan tetap dipotong. Bagi yang sakit, mungkin merasa tidak manusiawi, tapi ini sebagai kewajaran karena ukurannya adalah kinerja,“ tegas Budi. Potongan tunjangan tersebut, ujarnya, juga tetap diberlakukan kepada pejabat yang tidak masuk kerja.

Secara teknis, Budi menerangkan besarnya potongan tunjangan tersebut akan bersifat progresif. Dengan demikian, semakin lama PNS tidak masuk kerja, besar potongan tunjangan per harinya akan semakin besar. “Misalnya satu hari tidak masuk kerja, tunjangan akan dipotong Rp 500 sampai hari ketiga. Pada hari keempat, potongan akan jadi Rp 1000, “ terangnya.

Besarnya potongan tunjangan tersebut, ujarnya, juga akan dilihat berdasarkan alasan dan golongan PNS. Meski demikian, Budi mengatakan potongan tersebut tidak akan terlalu besar. “Kita akan hitung besarnya tunjangan dibagi hari efektif kerja, sehingga akan ketemu indeks satu hari. Potongan tunjangan tidak akan sebesar hasil pembagian itu, “ jelasnya. Untuk diketahui, PNS golongan 1 hingga 4 Pemkot Solo, menerima tunjangan mulai Rp 150 ribu hingga Rp 400 ribu per bulan .

Terpisah, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD), Etty Retnowati menambahkan pihaknya masih mencari formula teknis pemotongan tersebut. “Kita masih cari formula, misalnya yang tidak ikut apel atau upacara akan dipotong berapa. Kita juga cari berapa pembanding potongan. Kalau potongan terlalu besar, nanti tambahan penghasilan bisa langsung habis, “ ujarnya. Kebijakan tersebut nantinya akan dituangkan dalam peraturan wali kota (perwali).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement