REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG--Sejumlah pedagang menyatakan, rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tulangbawang (Lampung), menggusur kios/toko pedagang Pasar Unit II Banjar Agung, tanpa melibatkan pedagang. Pedagang mengklaim memiliki surat hak guna bangunan (HGB) yang berlaku dalam jangka waktu tertentu.
Kuasa Hukum ribuan pedagang Pasar Unit II, Daniel Pandjaitan SH, menegaskan bupati atau pemkab, tidak berhak membongkar dan menggusur kios/toko dan sebagainya, karena pedagang memiliki surat HGB resmi yang dikeluarkan bupati Tulangbawang.
"Sama sekali niat bupati membongkar pasar jadi pasar modern tidak melibatkan pedagang di sana. Ini yang kami sesalkan," kata Daniel Pandjaitan kepada Republika di Bandar Lampung, Jumat (15/10).
Daniel mengatakan, hampir semua pedagang yang menempati kios/toko di lahan dua hektare tersebut memiliki HGB yang dikeluarkan bupati melalui Sekretaris Daerah Djunaidi Djaya dan diterbitkan PPAT Banjar Agung. "Dengan HGB tersebut, secara hukum pedagang kuat," tegasnya.
Bupati Tulangbawang, Abdurrachman Sarbini, berniat akan membangun pasar modern oleh pengembang dengan membongkar pasar yang lama. Hal ini sudah disetujui DPRD setempat. Bupati menilai HGB yang dipegang pedagang tidak sah dan cacat hukum.
Tetapi, kuasa hukum pedagang, menyatakan bupati telah melanggar ikatan perjanjian. Sebab, dalam HGB yang dipegang pedagang tertera masa berlaku secara hukum berakhir masing-masing pada tahun 2014, 2019, dan 2024.
Perwakilan pedagang sebanyak 125 orang telah mensomasi bupati/pemkab Tulangbawang, DPRD, dan BPN setempat pada 12 dan 13 Oktober 2010. Pedagang memberi batas waktu dua pekan untuk merespoon somasi tersebut. "Sampai Jumat ini, belum ada respon dari mereka. Yang saya diketahui bupati/pemkab sedang menyiapkan pengacara, tapi baru denger-denger," jelas Daniel.
Pedagang meminta bupati/pemkab dan DPRD menghentikan pembongkaran secara paksa pasar lama untuk dijadikan pasar modern, sebelum ada kekuatan hukum yang sah.