REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kementerian Kesehatan menyebutkan, hingga kini pola penyakit di lokasi pengungsian tertinggi adalah inspeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Hal tersebut diketahui berdasarkan data jumlah orang yang berobat ke klinik atau pos pelayanan kesehatan.
Kepala Pusat Komunikasi Publik, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Tritarayati di Jakarta, Selasa (22/11) menyampaikan, berdasarkan kualitas udara di 34 titik yang diteliti oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Daerah Istimewa Yogyakarta dibantu BBTKL Surabaya, partikel debu total suspended particulate (TSP) dan particulate matter (PM) yang paling tinggi kadarnya.
”Untuk kadar air, PH air rendah dan kandungan yang tertinggi adalah Selenium (Se). Namun dampak dari tingginya Se ini belum dapat diketahui,” kata Tritarayati.
Sementara, untuk penyakit tidak menular, Kemenkes akan melakukan pemeriksaan penyakit hipertensi dan dampak polusi udara. Selain itu, juga melakukan pemantauan kepada pasien yang memperoleh obat TB Paru (OAT) dan HIV/AIDS (ARV).
Selain itu, Kemenkes bersama Dinas Kesehatan Kabupaten Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah juga melakukan imunisasi campak bagi anak-anak di lokasi pengungsian bencana letusan Merapi. Imunisasi rutin dilakukan setelah pengungsi kembali ke tempat tinggalnya atau hunian sementara (huntara).
Hingga kini, bantuan untuk korban terus mengalir, Dharma Wanita Persatuan Kemenkes memberikan bantuan total Rp 19 juta yang digunakan untuk membeli ember cuci, mesin jahit, dan personal hygiene kit seperti pembalut wanita.