REPUBLIKA.CO.ID,PROBOLINGGO--Pusat Vulkanologi dan Mitigsi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung akhirnya menurunkan status gunung Bromo dari awas (level IV) menjadi siaga (level III), sejak pukul 12.45 WIB, Senin (6/12). Penurunan status tersebut disambut gembira warga, khususnya pegiat wisata.
Mereka mengaku sangat bersyukur dengan penurunan status Gunung Bromo tersebut. ‘’Alhamdulillah, Mas, kalau sudah diturunkan statusnya. Itu berarti, aktivitas wisata di Bromo itu akan segera pulih kembali,’’ kata Maimun, warga Cemorolawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo.
Hal senada juga diungkapkan Mulyono, tokoh masyarakat Tengger di kawasan Penanjakan, Desa Wonokitri, Kecamatan Tosari, Kabupaten Pasuruan. Menurut dia, penurunan status awas menjadi siaga itu merupakan kabar yang menggembirakan.
Dia berharap, penurunan status menjadi siaga itu bisa terus turun lagi hingga waspada dan normal. ‘’Sehingga, warga dan para wisatawan bisa merasa nyaman untuk berkunjung ke Bromo,’’ harapnya.
Sementara itu, Ketua Tim Tanggap Darurat Bromo, Gede Suantika menjelaskan bahwa penurunan status Bromo merupakan hasil rekomendasi dari PVMBG Bandung. Rekomendasi itu diberikan berdasarkan analisa dari laporan pemantauan perkembangan kegempaan di gunung berketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut yang ada di Posko Taktis Penanggulangan Bencana Bromo, di Cemorolawang.
‘’Setelah melakukan rapat evaluasi dari perkembangan yang terjadi di Bromo ini, akhirnya diputuskan untuk menurunkan status awas itu menjadi siaga. Ini diputuskan sejak pukul 12.45 WIB siang tadi,’’ kata Gede Suantika.
Dia menjelaskan bahwa sebelum memutuskan penurunan status itu sejak pukul 00.00 WIB sampai 08.00 WIB, Senin (6/12) memang sempat terjadi dua kali letusan minor. Letusan pertama terjadi pukul 00.15 WIB. Sedangkan letusan kedua pada pukul 06.30 WIB.
Kala letusan pertama terjadi, Bromo mengeluarkan asap hitam setinggi 600 meter. Kandungan asap itu berupa debu, pasir, dan gas serta blerang dan lainnya. Sedangkan aktivitas kegempaannya, gempa tremor secara terus menerus dengan amplitudo lima mili meter. Sedangkan gempa vulkanik dangkal terjadi enam kali dengan amplitudo 38 mili meter selama 10-30 detik.
Letusan kedua, mengeluarkan asap berketinggian sekitar 900 meter. Kepulan asap itu juga masih mengandung materialan seperti letusan pertama. Erupsi itu diawal dengan gempa tremor secara terus menerus. Amplitudonya mencapai 1-5 mili meter. Sedangkan gempa vulkanik dangakl terjadi enam kali dengan amplitudo 38 mili meter selama 20 menit.
Kendati demikian, erupsi Bromo itu dinilai Gede Suantika mengalami penurunan. Asapnya hingga siang ketinggiannya hanya mencapai 200-300 meter. ''Selain itu, erupsi yang terjadi justru menuras energi yang dikandung. Makanya, PVMBG menurunkan status menjadi siaga,'' katanya.
Radius bahaya juga diturunkan sampai 200 meter dari kawah Gunung Bromo yang sebelumnya 3000 meter. Warga dan wisatawan diperbolehkan melintas atau masuk di kawasan kaldera. Tapi, mereka tidak boleh naik sampai ke bibir kawah. ''Untuk selanjutnya, ya kita lihat perkembangannya lagi,’’ jelasnya.