REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG--Lampung mengikuti rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang ingin menarik pajak dari rumah makan, restoran, dan warung makan.
Pansus Rancangan Peraturan Daerah DPRD Kota Bandarlampung menyatakan rumah makan beromzet Rp250 ribu hingga di atas Rp600 ribu di Bandarlampung akan dikenai pajak progresif.
Ketua Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Peraturan Daerah (Perda) Pajak DPRD Kota Bandarlampung Ratna Hapsari Barusman di Bandarlampung, Rabu, mengatakan, usul pengenaan pajak rumah makan itu tergantung pada omzetnya.
"Usul pengenaan pajak rumah makan itu bervariasi antara minimum lima persen dan maksimum 10 persen," kata dia.
Ia menyebutkan, omzet rumah makan antara Rp250 ribu hingga Rp350 ribu per hari akan dikenai pajak lima persen. Untuk omzet rumah makan yang mencapai Rp350 ribu-Rp600 ribu per hari akan dikenai pajak 7,5 persen, dan omzet di atas Rp600 ribu per hari akan dikenai pajak 10 persen.
"Usul Pemkot Bandarlampung lebih rendah lagi yakni rumah makan yang beromzet Rp50 ribu per hari dikenai pajak progresif," jelas Ratna.
Pemkot, lanjut dia, menginginkan persentase pajak tidak terlalu kecil karena tidak sesuai dengan biaya operasional. Ia menambahkan Pansus akan menggelar dengar pendapat dengan wajib pajak rumah makan, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dan pihak terkait lainnya untuk mendengarkan aspirasi mereka.
Raperda Pajak yang masih digodok DPRD Kota Bandarlampung merujuk pada UU No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Ratna menjelaskan, dalam undang-undang itu restoran atau rumah makan yang memiliki fasilitas makanan dan minuman dapat dikenai pajak.
"Termasuk di dalamnya restoran, kafe, jasa boga, katering, dan usaha yang menyediakan makanan dan minuman lain-lain akan dikenai pajak," jelas dia.