Jumat 17 Dec 2010 03:04 WIB

Latah! PKL-Warung Beromzet Rp 17 Ribu Juga Ditariki Pajak

Rep: Asan Haji/ Red: Djibril Muhammad
ilustrasi
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG--Penarikan pajak terhadap Warteg ternyata tidak hanya terjadi di Jakarta. Sebab, Pedagang Kaki Lima (PKL) dan warung-warung yang memiliki omzet sekitar Rp 17 ribu per hari di  Kota Malang juga akan ditarik pajak sebesar lima persen sampai 10 persen. Rencana penarikan pajak pada usaha kecil menengah dan mikro (UMKM) itu sudah diamsukkan dalam draf rancangan peraturan daerah (Raperda) Kota Malang.

Raperda yang diajukan Dinas Pendapatan Kota Malang itu kini sudah diserahkan dan bahkan dibahas di DPRD Kota Malang. Sesuai dengan Raperda tersebut, setiap PKL atau warung yang beromzet Rp 500 ribu per bulan atau Rp 16.666 per hari akan dikenai pajak sebesar lima persen. Sedangkan PKL dan pemilik warung yang penghasilannya mencapai Rp 1,5 juta ke atas akan dikenai pajak sebesar 10 persen. 

Rencana tersebut mendapat reaksi keras dari kalangan DPRD Kota Malang. Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Malang, Sofyan Edy Sudjarwoko, menentang rencana pengenaan pajak penghasilan (PPn) yang dibuat Dispenda Kota Malang itu pada para PKL dan pemilik warung. "Penarikan pajak pada PKL dan warung itu justu bisa membunuh usaha di sektor mikro. Kasihan mereka. Penghasilannya tidak seberapa. Ini tidak bisa diloloskan," kata Sofyan Edy Sudjarwoko, Kamis (16/12).

Dia menjelaskan bahwa untuk menaikkan pendapatan asli daerah (PAD) lewat pajak tidak bisa dilakuan secara ngawur. Harus dilakukan lewat  pengkajian dan telaah yang tidak menghilangkan faktor kemanusiaan. Menurut politisi dari partai berlambang pohon beringin ini, sangat tidak manusiawi jika PKL dan pemilik warung yang omzetnya hanya Rp 500 ribu per bulan ditarik pajak. Alasannya, masih banyak sektor lain yang bisa dibidik untuk mendongkrak PAD dari sektor pajak itu.

Dia contohkan seperti hotel dan restoran. Menurut dia, pendapatan dari dua sektor itu sampai saat ini masih belum optimal. Selain itu, kata dia, sektor hiburan, penerangan jalan umum (PJU), dan lain sebagainya juga dinilai masih rendah. Karena itu, dia berjanji akan menentang habis-habisan untuk tidak menggolkan Raperda soal pajak PKL dan warung itu. Dewan, kata dia, hanya akan menyetujui pengenaan pajak pada PKL dan warung itu dengan batasan minumum penghasilannya Rp 5 juta sebesar lima persen. Sedangkan yang di atas Rp 15 juta dikenai pajak sebesar 10 persen.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement