REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Pemkab Sleman menghadapi kendala dalam memindahkan para pengungsi ke shelter (hunian sementara), karena umumnya para pengungsi ini menginginkan pemindahan dari barak pengungsian ke shelter dilakukan serentak.
Kata Bupati Sleman, ada warga satu RT yang rumah-rumahnya hancur karena erupsi Merapi minta dipindahkan bersamaan, bahkan ada juga warga satu dusun yang minta ditempatkan pada satu blok shelter yang sama.
Masalahnya, lanjut Bupati, pembangunan shelter dalam satu blok tidak dapat diselesaikan secara bersama-sama dalam kurun waktu yang singkat, karena pembangunan satu blok shelter ini dilaksanakan oleh beberapa lembaga donasi.
''Dengan kendala tersebut maka, ketika terdapat huntara yang sudah siap pakai, masyarakat belum mau menempati,'' kata Sri Purnomo, Sabtu (19/02) saat meninjau shelter Banjarsari di Desa Glagaharjo, Cangkringan.
Kata Bupati, sampai tanggal 15 Februari lalu, shelter yang telah diselesaikan telah mencapai 1.651 unit dari 2.613 unit yang direncanakan. Dari jumlah tersebut, lanjutnya, yang telah dihuni baru 657 unit. Rinciannya, 101 KK di Plosokerep, 109 KK di Kuwang, 140 KK Gondang I, 26 KK di Kentingan, 281 KK di Banjarsari.
Kata Bupati, korban erupsi Merapi yang belum menghuni shelter saat ini masih tinggal di empat barak pengungsian, yakni di Desa Glagaharjo 1.522 jiwa, Kepuharjo 2.111 jiwa, Umbulharjo 679 jiwa, dan di Desa Wukirsari 1309 jiwa. ''Para pengungsi tersebut masih tetap memperoleh uang lauk pauk,'' tandas Sri Purnomo.
Bupati mengatakan kendalah pemasangan listrik juga terjadi, karena perlunya mengantri KWH di PLN. Selain itu, lanjutnya, untuk pemasangan jaringan listrik ke shelter yang melewati lahan dan pepohonan milik masyarakat harus dilakukan dengan bermusyawarah dulu dengan pemiliknya, dan kadang lahan tersebut harus dibebaskan dulu.
Bupati mengakui juga bahwa umumnya shelter-shelter ini terkendala dalam penyediaan air bersih, dan pembebasan. Pasalnya, tidak seluruh lokasi-shelter ini memiliki sumber air bersih yang mudah didapat.
Sumber air bersih memang ada, tapi terdapat dalam kedalaman tertentu di bawah tanah, sehingga menyulitkan. Padahal, ''Kami tidak dapat memilih lahan shelter yang ideal, karena keterbatasan luasan dan lokasi tanah kas desa yang ada,'' tutur Bupati.
Bupati juga mengatakan sebagian shelter tersebut juga belum dilengkapinya dengan drainase dan talud. Kondisi ini menyebabkan ketika hujan bangunan shelter tersebut kemasukan air dan menimbulkan rasa tidak nyaman para penghuninya.