Rabu 02 Mar 2011 19:31 WIB

Ahmadiyah di Banten Resmi Terlarang

Rep: Muhammad Fakhruddin/ Red: Djibril Muhammad
Ahmadiyah, ilustrasi
Foto: Antara
Ahmadiyah, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SERANG - Meski tidak secepat di Jawa Timur, Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah akhirnya menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 5 tahun 2011 tentang larangan aktivitas penganut, anggota, atau anggota pengurus Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di wilayah Provinsi Banten. Pergub ini secara resmi melarang berbagai aktivitas Ahmadiyah di Banten.

Ratu Atut Chosiyah mengatakan Pergub diterbitkan untuk merespon aspirasi ulama, tokoh masyarakat, Nahdatul Ulama (NU), Forum Silahturahmi Pondok Pesantren (FSPP), dan Ormas Islam yang ada di Provinsi Banten yang menginginkan agar pemerintah daerah segera menerbitkan larangan aktivitas Jamaah Ahmadiyah di Provinsi Banten. "Sudah ibu tandatangani tadi malam. Pergub ini mulai efektif pada 1 Maret ini," kata Atut, Rabu (2/3).

Sekretaris Daerah Provinsi Banten Muhadi menambahkan ada dua alasan yang menjadi landasan terbitnya pergub ini. Pertama, mengacu pada pasal 13 UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, yang menyatakan kepala daerah memiliki urusan wajib dalam penyelengaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.

Bentrokan Cikeusik, kata Muhadi, merupakan kejadian yang dinilai telah mengganggu ketentraman masyarakat. Alasan yang kedua, adanya pernyataan sikap dari alim ulama, ormas Islam, dan MUI yang meminta agar segera diterbitkan larangan Ahmadiyah di Banten dalam Deklarasi Banten Damai yang digelar pekan lalu.

"Pergub ini tetap mengacu kepada SKB tiga menteri dan melalui pembahasan yang melibatkan banyak pihak, seperti unsur MUI, Komnas HAM, FKUB, Kandepag Banten, dan Tokoh Masyarakat," jelasnya, seraya menambahkan bahwa pergub tersebut terdapat lima larangan yang tidak hanya ditujukan kepada Jamaah Ahmadiyah, tetapi juga kepada masyarakat Banten secara keseluruhan.

Dalam Pergub, kata Muhadi, setiap penganut atau anggota pengurus JAI, sepanjang mengaku beragama muslim dilarang melakukan aktivitas yang bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Adapun, aktifitas yang dimaksud adalah menyebarkan ajaran Ahmadiyah baik lisan, tulisan baik langsung maupun tidak langsung melalui media cetak ataupun elektronik. Ahmadiyah juga dilarang memasang papan nama ataupun identitas lain JAI yang dapat diketahui oleh umum.

Selain itu, lanjut Muhadi, anggota JAI dilarang memasang papan nama JAI di masjid, mushola, dan lembaga pendidikan. Selanjutnya, JAI dilarang memasang atribut dalam segala bentuknya. "Artinya, mereka dilarang memasang atribut yang menjadi identitas mereka di areal yang dapat dilihat oleh publik, kalau identitas itu dipasang di dalam rumah ya tidak masalah. Ini untuk menghindari provokasi masyarakat, sehingga kejadian Cikeusik tidak terulang kembali," kata Muhadi.

Terakhir, Ahmadiyah dilarang menyebarkan penafsiran kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam. "Kalau mengaku agama Islam jangan menyebarkan ajaran yang menyimpang dari ajaran Islam," tegasnya.

Muhadi juga menjelaskan, Pergub ini juga mengatur setiap warga masyarakat agar menjaga dan memelihara kerukunan umat beragama serta ketentraman dan ketertiban kehidupan bermasyarakat. "Dalam pergub ini Gubernur juga mengingatkan kepada masyarakat yang diluar JAI agar tidak melakukan tindakan yang melanggar hokum kepada para penganut Ahmadiyah," katanya.

Muhadi menambahkan, dalam Pergub ini pemprov Banten juga melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap keberadaan JAI di Banten. Membina dan pengawasan ini dilakukan oleh aparat hukum, pemerintah daerah, tim Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten/kota. "Artinya keberadaan JAI tidak dibiarkan begitu saja, kita akan lakukan pembinaan kepada mereka," katanya.

Sedangkan sanksi yang akan diberikan jika anggota JAI melanggar Pergub, Muhadi mengatakan, pemerintah daerah sesuai dengan kewenanggannya bersama aparat hukum dan penengak hukum akan menghentikan aktivitas tersebut dan akan mengambil tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. "Dan akan ditindaklanjuti berdasarkan hukum yang berlaku," ungkapnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement