REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG-Tingkat peminat film asing yang diputar di bioskop di Kota Semarang dinilai lebih tinggi, dibandingkan dengan peminat film buatan lokal.
"Kecenderungannya seperti itu, namun bukan berarti para penonton tidak cinta film lokal," kata Marketing Communication "E Plaza" Lounge, Resto, and Cinema Semarang, Audrey Stella, di Semarang, Senin.
Menurut dia, film asing cenderung lebih bervariatif sehingga memberi pilihan kepada penonton, tidak seperti film lokal yang temanya terkesan seragam dan cenderung monoton. "Film asing yang menyodorkan beragam tema biasanya lebih dipilih penonton karena bisa memberi inspirasi lebih dibanding film lokal," katanya.
Ia menyebutkan film "Green Hornet" yang setiap harinya sanggup mendulang 200-250 penonton dalam lima kali tayang/hari, padahal film itu sudah diputar selama tiga minggu.
"Kemudian, film 'Shaolin' yang sanggup menyedot sekitar 240-400 penonton per hari. Film itu diputar empat kali dalam sehari dan baru beberapa hari lalu penayangan perdananya," katanya.
Film "Shaolin", kata dia, baru diputar pertama pada 19 Februari lalu, namun penonton sudah berjubel mengantre tiket untuk menonton film yang dibintangi Andy Lau dan Jackie Chan itu.
Sementara film lokal saat ini, kata dia, trend-nya masih seputar tema horror. Meski dengan beragam judul, tetapi temanya masih seputar itu sehingga belum berdampak signifikan menggaet penonton. Ia pun berharap para sineas film Indonesia lebih kreatif dalam membuat film sehingga melahirkan film bermutu yang diminati oleh penonton.
Ia mengatakan film Indonesia yang sedang diputar yang berjudul "Arwah Goyang Karawang" memang mampu menarik penonton, namun tak terlalu signifikan jumlahnya. Ia mengatakan pihaknya saat ini tengah memutar tiga film itu, yakni dua film asing dan satu film lokal.
Ia juga mengatakan penayangan film asing biasanya lebih lama dibanding film lokal yang menandakan peminat film asing memang relatif lebih tinggi. Kalau film asing, seperti garapan Hollywood, kata dia, biasanya bisa ditayangkan sampai tiga minggu, bahkan satu bulan, sementara film lokal biasanya hanya bertahan sampai tiga hari.
Menurutnya, belum ada dampak pro-kontra penarikan film asing dari Indonesia akibat rencana pemerintah menaikkan pajak film impor.