Jumat 05 Nov 2021 11:16 WIB

Petaka Perahu Bengawan Solo dan Pembelaan Dishub Jatim

Belasan korban hanyut, tiga di antaranya ditemukan meninggal dunia dan enam hilang.

Red: Mas Alamil Huda
Tim SAR melakukan pencarian korban perahu penyeberangan yang terbalik di Sungai Bengawan Solo, Tuban, Jawa Timur, Kamis (4/11/2021). Hari ke dua pencarian korban perahu terbalik, tim SAR menemukan tiga jenazah yang diduga korban perahu terbalik yang terjadi pada Rabu (3/11).
Foto: Antara/Yahya Iman
Tim SAR melakukan pencarian korban perahu penyeberangan yang terbalik di Sungai Bengawan Solo, Tuban, Jawa Timur, Kamis (4/11/2021). Hari ke dua pencarian korban perahu terbalik, tim SAR menemukan tiga jenazah yang diduga korban perahu terbalik yang terjadi pada Rabu (3/11).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Wilda Fizriyani, Dadang Kurnia

Peristiwa perahu tenggelam di Bengawan Solo menyisakan duka mendalam. Petaka itu terjadi pada Rabu (3/11) saat arus Sungai Bengawan Solo sedang deras. Belasan korban hanyut, tiga di antaranya ditemukan meninggal dunia dan enam lainnya masih dicari. Sisanya berhasil diselamatkan.

Baca Juga

Perahu tambang ini tenggelam ketika berusaha menyeberang Bengawan Solo dari Kecamatan Rengel, Tuban menuju Desa Semambung Kanor, Bojonegoro, dengan mengangkut penumpang dan barang. Warga Bojonegoro, M Badruddin (29) mengatakan, menyeberangi Bengawan Solo dengan menggunakan perahu tambang sebenarnya sudah menjadi kebiasaan lama masyarakat setempat. Alasan utamanya, yakni jarak tempuh dengan menggunakan perahu lebih dekat dibandingkan melalui jalan utama. 

"Kebanyakan masyarakat khususnya di Semambung dan desa lainnya di sekitar Kecamatan Kanor lebih suka naik nambang atau perahu untuk ke kecamatan lain di Bojonegoro atau Tuban," ucap pria disapa Udin ini kepada Republika.co.id, Kamis (4/11).

Udin tak menampik, ada rasa takut saat menaiki perahu tambang untuk melewati Bengawan Solo. Namun kekhawatiran ini sepertinya hanya berlaku di luar Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro atau Rengel, Kabupaten Tuban. 

Menurut Udin, masyarakat di Kecamatan Kanor atau Kecamatan Rengel sudah terbiasa bermain di Bengawan Solo. Kebiasaan ini sudah dilakukan mereka sejak kecil sampai dewasa. "Jadi kalau naik perahu tambangan itu sudah menjadi kebiasaan," jelasnya.

Meskipun sudah terbiasa menggunakan perahu, standard keamanan tetap diperhatikan oleh beberapa pengelola perahu. Salah satunya dengan menyediakan sejumlah alat pelampung untuk penumpang. Namun terkadang jumlah pelampung tidak sesuai dengan muatan di perahu. 

Melihat situasi tersebut, pemerintah setempat sebenarnya sudah menyiapkan proyek pembangunan jembatan. Proses pembangunan tersebut masih berlangsung hingga saat ini. "Kejadian kemarin laka perahu terbalik, itu pas di tempat pembangunan jembatan  antara Kecamatan Kanor menunju ke Kecamatan Rengel," kata dia menambahkan.

Jumlah penumpang perahu tambang yang mengantar korban dari Kecamatan Rengel, Tuban menuju Desa Semambung Kanor, Bojonegoro, masih simpang-siur. Namun berdasarkan data terbaru dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bojonegoro, ada 18 penumpang yang sudah teridentifikasi. 

Dari jumlah tersebut, 10 orang berhasil selamat dan enam orang masih dalam pencarian. Kemudian tiga ditemukan meninggal dunia, dan satu belum teridentifikasi. Adapun dua penumpang yang sudah teridentifikasi dan dinyatakan meninggal dunia, yakni Agus Titin dari Ngandong, Grabagan, Kabupaten Tuban. Kemudian pengemudi perahu, Kasian (60) dari Desa Semambung, Kanor, Kabupaten Bojonegoro.

Sementara itu, identitas penumpang yang berhasil selamat pada Rabu (3/11) antara lain Mardiani (58) dan Hafid (4) dari Desa Semambung, Kabupaten Bojonegoro. Kemudian pekerja proyek, Mujianto (30) dari Rembang dan Budi (35) serta Arif Dwi (39) dari Tuban. Selanjutnya, Mas Tarmuji (56), Abdullah Dimyati (3), Tasmiatun (34), Novi Andi (30) dan Aab (9) dari Tuban.

Berikutnya, terdapat enam korban yang identitasnya sudah diketahui tapi masih dalam pencarian hingga saat ini. Mereka antara lain Erma Azilla (27) dan Dian Purnama (27) dari Desa Semambung, Kanor, Bojonegoro. Lalu ada pula pekerja proyek dari Rembang, Toro (40), Dedi Sutiyono (26), Sutri (50), dan Basori (45) dari Tuban.

Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur menyatakan tidak pernah mengeluarkan izin trayek pada lintasan tersebut. "Kami tidak pernah mengeluarkan izin trayek pada lintasan penyeberangan sungai antar daerah tersebut," kata Kepala Dinas Perhubungan Jawa Timur, Nyono.

Nyono mengaku, pihaknya beberapa kali telah melakukan penertiban aktivitas penyeberangan di lintasan tersebut. Namun warga tidak pernah menghiraukan dan tetap saja mengoperasikan perahu dengan alasan untuk mencari penghasilan.

"Warga tetap bandel mengoperasikan karena alasan perut. Padahal dari sisi keamanan operasional perahu penyeberangan tersebut tidak layak," ujarnya.

Dari aspek keamanan, lanjut Nyono, baik dari sisi dermaga, perahu, hingga nahkoda dan ABK yang tidak memiliki sertifikasi, menandakan aktivitas penyeberangan di sana tidak layak beroperasi. Karena alasan itu pula lah Dinas Perhubungan Jatim maupun Kementerian Perhubungan yang berwenang dalam urusan keselamatan penyeberangan tidak pernah mengeluarkan izin trayek lintasan di sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement