Saturday, 16 Sya'ban 1446 / 15 February 2025

Saturday, 16 Sya'ban 1446 / 15 February 2025

Dana Desa Mengendap, Pemerintah Pusat Diminta Gandeng BPK

Senin 07 Sep 2015 21:50 WIB

Rep: Issha Harruma/ Red: Dwi Murdaningsih

Dana desa untuk pembangunan infrastruktur.

Dana desa untuk pembangunan infrastruktur.

Foto: Antara

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komite IV Ajiep Padindang mengatakan, pemerintah pusat perlu melakukan evaluasi terkait mengendapnya 60 persen dana desa di rekening-rekening kabupaten/kota. Pemerintah, kata Ajiep, harus memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan aturan yang berlaku.

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas PP Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari APBN disebutkan, bagi bupati/wali kota yang tidak menyalurkan dana desa paling lama tujuh hari kerja‎ setelah diterima di kas daerah, dapat dilakukan penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana‎ Bagi Hasil‎ yang menjadi hak kabupaten/kota bersangkutan.

"Pengendapan itu karena tidak tegasnya pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Sesungguhnya kita orang daerah juga tidak mau mengendapkan uang itu karena riskan," kata Ajiep di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (7/9).

Demi menyelesaikan persoalan tersebut, Ajiep mengatakan, pemerintah pusat perlu meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan pemeriksaan semesteran. Jika menemukan dana kas daerah yang besar dan tidak jelas kapan dipindahkan, maka BPK bisa mengeluarkan rekomendasi kepada pemerintah untuk memberi teguran terhadap daerah tersebut.

Senator asal Sulawesi Selatan itu menambahkan, pemerintah kabupaten juga pasti tidak memiliki maksud untuk mengendapkan dana desa. Hal tersebut dikarenakan dana desa yang mengendap itu akan merugikan kabupaten dan desa-desa itu sendiri karena akan terjadi silpa.

"Silpa itu akan mengurangi alokasi tahun depan. Jadi Kades dan Pemda percaya saja akan memforsir penggunaan. Persoalannya adalah petunjuk penggunaan kementerian yang berbeda," ujarnya.

Alasan lain yang menjadi penyebab mengendapnya dana, kata Ajiep, yakni kesiapan pelaksanaan program dana desa tersebut sendiri. Adanya tarik menarik antara Kemendagri dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi membuat pelatihan pendamping belum juga dilaksanakan. Padahal, para pendamping, yang puluhan ribu merupakan kepala desa harus dilatih terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai pendamping.

"Jadi yang bikin lambat siapa. Bukan Pemda tapi pemerintah pusat. Kenapa ditransfer kalau memang belum siap, lalu menyalahkan daerah," ujarnya.

Sebelumnya, data Kementerian Keuangan menunjukkan, dana desa yang telah disalurkan ke Pemerintah Kabupaten/Kota sampai awal September telah mencapai Rp 20,7 triliun atau 80 persen dari total dana desa yang dialokasikan untuk disalurkan sepanjang 2015. Namun, dari jumlah Rp 20,7 triliun itu, baru 40 persen yang disalurkan ke rekening desa. Sementara 60 persen masih mengendap di rekening-rekening kabupaten/kota.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler