REPUBLIKA.CO.ID, TERNATE -- Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono meminta pemerintah untuk mengantisipasi anjloknya harga kopra. Jangan sampai penurunan harga kopra mempengaruhi peningkatan dan kesejahtaraan masyarakat.
"Ini telah menjadi masalah nasional, bahkan petani di Sulawesi Utara, Maluku Utara, Gorontalo dan Riau, mengeluh soal anjloknya harga Kopra dan Negara segera turun tangan," katanya usai menggelar kunjungan kerjanya di Malut, Kamis (22/11).
Dia menyatakan, anjloknya harga Kopra berdampak pada banyak orang. Mashasiswa sampai turun ke jalan menyampaikan aksi anjloknya harga kopra.
"Saya kira itu pantas mereka turun dan bersuara keras serta tugas kami mengingatkan pemerintah dan mencari solusi," ujarnya.
Oleh karena itu, dengan adanya kasus ini, dia meminta negara segera turun tangan dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
Anggota DPD-RI Basri Salama turut angkat bicara soal kopra. Menurut Basri, hampir ribuan anak petani yang dihidupkan dari hasil kopra, bergantung pada permainan tengkulak dan sebelum hasil panen bagi petani kopra telah berutang terhadap tengkulak yang telah menetapkan harga kopra. Padahal semestinya, penentuan harga kopra harus bergantung pada putaran pasar.
Selain itu, kata Basri, persoalan ini mestinya pemerintah harus meminimalisasi sifat monopoli yang dilakukan oleh tengkulak. menurutnya harga koperas semestinya diatur oleh pemerintah, bukan para pembeli kopra.
"Jadi harga yang di beli oleh pabrik-pabrik yang ada di Surabaya itu bisa di koordinasi oleh pemerintah daerah dengan pembeli utama, pemerintah bisa mengatur harga yang stabil dengan pembeli - pembeli swasta," ujarnya.
Selain itu, dengan anjloknya harga kopra saat ini, telah berkomunikasi dengan Ketua DPD RI, agar segera memanggil Kementerian Perdagangan, Bulog dan Kementerian Desa. "Setelah saya balik ke Jakarta kita akan panggil mereka, kenapa harus dengan Kementerian Desa, karena dari Rp 70 triliun akan di bagi porsinya bagi wilayah yang harga kopranya anjlok," katanya.