REPUBLIKA.CO.ID, Seiring dengan makin bijaknya orang dalam memilih makanan yang masuk ke sistem pencernaannya, gerakan slow food pun makin berkibar. Pesona junk food yang diwakili oleh makanan cepat saji pun perlahan memudar. Terlebih, setelah orang sadar bahwa konsumsi junk food secara berlebihan dapat memicu obesitas, penyakit diabetes, hipertensi, pengerasan pembuluh darah (aterosklerosis), penyakit jantung koroner, stroke, dan kanker.
Makanan sarat lemak seperti hamburger, pizza, ayam goreng berkulit, kentang goreng mentega, keripik kentang keju, serta minuman bersoda disebut-sebut masuk dalam kategori junk food. Namun, tak jarang muncul pertanyaan yang meragukan penggolongan junk food pada makanan-makanan tersebut. ''Saya sebetulnya sulit memercayai bahwa pizza dan burger itu junk food'' komentar Ratih Setiawati, customer service sebuah bank swasta di Jakarta.
Ratih beralasan, pizza dan burger masih memiliki kandungan nutrisi. Roti, daging, dan sejumput sayuran tersaji dalam satu porsi. ''Selain praktis disantap, nilai gizinya saya pikir tak terlalu buruk,'' katanya menilai. Ahli gizi kuliner, Dra Emma S Wirakusumah MSc, membenarkan pendapat Ratih. Burger dinilainya memiliki nilai gizi yang cukup baik. ''Ada roti sebagai sumber karbohidrat, lemak dari daging, protein dari telur sebagai pengikat, serta serat dari daun selada dan tomat,'' paparnya.
Jadi, benarkah ada burger yang menyehatkan? Emma tergelitik dengan pertanyaan tersebut. ''Ini mesti dijelaskan dengan hati-hati,'' ungkapnya. Proses pemanggangan, menurut Emma, memang akan meluruhkan sebagian lemak yang ada pada daging. Hanya saja, asap dari proses pembakaran yang terlalu lama bisa menimbulkan zat-zat karsinogenik. ''Namun, ia baru membahayakan kesehatan jika dimakan terus-menerus. Kalau sesekali saja tak masalah.''
Emma menjelaskan suatu makanan berlemak tinggi baru masuk kategori junk food ketika dilahap berlebihan. Yang penting adalah keseimbangan dalam pola makan. ''Seberapa banyak yang boleh disantap orang dalam satu minggu amat tergantung pada makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan aktivitas yang dijalankannya,'' cetus pendiri Permata Institute of Culinary Arts ini.
Saat seseorang secara berkelanjutan mengonsumsi penganan bernilai kalori tinggi, ia akan terancam obesitas. Burger, contohnya, harus dianggap sebatas salah satu pilihan menu. ''Mengingat nilai gizinya, burger jelas menyehatkan. Tetapi, jangan terlalu sering,'' Emma menyarankan. Anda sepakat?