REPUBLIKA.CO.ID, INDIANA -- Sebuah penelitian baru di Universitas Bloomington, Indiana, menemukan fakta unik terkait karir lintas gender. Mereka menemukan, bekerja di lingkungan karir yang didominasi pria tak baik bagi kesehatan pekerja perempuan.
Para peneliti dalam eksperimen itu menganalisis hormon stres dari 440 perempuan yang bekerja di kantor-kantor di mana 85 persen dari pegawainya adalah laki-laki. Hasilnya cukup mengejutkan. Ternyata, para perempuan yang bekerja di jenis lingkungan itu, mayoritas teknik dan ilmu pengetahuan, menunjukkan level hormon stres kortisol yang tinggi.
"Kami menemukan bahwa sejumlah perempuan lebih mungkin mengalami paparan interpersonal tingkat tinggi, stres kerja, kurang sehat, dan ditemui disregulasi pola kortisol sepanjang hari," ujar salah satu peneliti, Bianca Manago.
Disregulasi pola yang dimaksud bisa menyebabkan efek serius berkepanjangan terhadap kesehatan. Termasuk risiko depresi dan insomnia. Kondisi itu dianggap berakar dari ketimpangan jumlah perempuan yang bekerja di industri terkait.
Menurut laporan yang diterbitkan tahun lalu di Inggris, setengah dari tenaga kerja di Inggris adalah perempuan tetapi hanya sekitar seperlima dari mereka yang bekerja di bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan rekayasa industri.
Survei yang sama melaporkan bahwa persentase perempuan dalam pekerjaan STEM (sains, teknologi, enginering dan bidang matematika) hanya sebesar 13 persen. Jumlah itu belum dianggap cukup baik dan benar-benar merugikan kesehatan pegawai perempuan. Menurut laporan itu, masih banyak hal yang harus segera dilakukan untuk mengatasi ketidakseimbangan gender dalam berbagai profesi: pengawas konstruksi, ilmuwan, insinyur, hingga pemrogram.