Jumat 04 Mar 2016 07:37 WIB

Satelit Bisa Pantau Potensi Penyebaran Zika

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Andi Nur Aminah
Hutan Zika, yang  terletak sekitar 25 kilometer dari Kampala, Uganda, tempat pertamakali ditemukannya nyamuk yang membawa virus zika
Foto: Japantimes
Hutan Zika, yang terletak sekitar 25 kilometer dari Kampala, Uganda, tempat pertamakali ditemukannya nyamuk yang membawa virus zika

REPUBLIKA.CO.ID, Penyebaran virus zika di Amerika meningkatkan pertanyaan tentang cara terbaik mengontrol epidemi ini di masa depan. Virus zika ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Kemampuan nyamuk ini bertahan hidup dan menularkan virus bergantung pada kondisi lingkungan, terutama cuaca dan gaya hidup masyarakat lokal.

Variabel seperti suhu, curah hujan, vegetasi, tutupan lahan, dan penggunaan lahan, memengaruhi jumlah nyamuk dan kemampuan mereka menularkan virus. Saat ini, variabel-variabel tersebut dapat terukur dari sensor remote pada satelit, bahkan pesawat tanpa awak. Ini berarti ilmuwan bisa menggunakan satelit untuk memperkirakan kemungkinan keberadaan nyamuk penular penyakit tersebut.

Asisten Profesor di Environmental Health Science, Indiana University-Purdue University Indianapolis, Max Jacobo Moreno-Madriñán mengatakan, dia bersama tim peneliti lain menggunakan data yang dikumpulkan oleh satelit. Mereka sempat mengidentifikasi sekumpulan nyamuk Aedes aegypti di Meksiko pada pertengahan 2011. 

Tim saat itu sedang mendata daerah berisiko demam berdarah di Kolombia. Teknik yang sama, Madrinan mengatakan bisa digunakan untuk memprediksi lokasi kecenderungan penyebaran virus zika. Data penginderaan jauh  menjadi pilihan terbaik. Pemantauan kondisi lingkungan, seperti suhu dan curah hujan yang memengaruhi populasi nyamuk sangat penting. 

Wabah zika sudah menyebar ke seluruh daerah tropis di Amerika, dari Brasil hingga Meksiko. Hasil pengamatan peneliti menunjukkan zika juga berhubungan dengan El Nino. Curah hujan di wilayah Kolombia, Panama, dan Ekuador sepanjang April-Desember 2014 selalu di atas rata-rata, berdasarkan data dari Global Precipitation Measurement Mission NASA.

"Tampaknya logis untuk menduga bahwa curah hujan yang tinggi membuat lebih banyak genangan air, menyediakan tempat berkembang biak lebih banyak untuk nyamuk. Tapi, mengapa zika justru menyebar di tempat-tempat dengan curah hujan di bawah rata-rata selama El Nino?" kata Madrinan, dilansir dari IFL Science, Jumat (4/3).

Salah satu alasannya adalah perilaku hidup manusia. Nyamuk lebih suka tinggal di sekitar tepat tinggal manusia, tepatnya di wadah-wadah yang terkait dengan manusia, seperti pot bunga, ban, dan tangki penyimpanan air. Di beberapa daerah di Amerika, orang-orang cenderung menggunakan tangki air lebih sering selama periode kering. 

Mereka terbatas mendapatkan pasokan air di perkotaan, sehingga menyimpan air hujan di tangki air untuk digunakan kapan dibutuhkan. Ini membuat perkembangan nyamuk berlimpah tanpa perlu menunggu terjadinya hujan.

Kondisi perkotaan, seperti uap terowongan atau saluran air bawah tanah juga memberikan keuntungan untuk vektor zika. Lingkungan tersebut menyediakan suhu stagnan untuk berkembang biak. Kasus-kasus seperti ini salah satunya ditemukan di Washington. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement