Sabtu 09 Dec 2017 19:53 WIB

Teori Kebahagiaan Einstein: Hidup Sederhana dan Tenang

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Agung Sasongko
Albert Einstein
Foto: ist
Albert Einstein

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Tulisan pendek Albert Einstein di secarik kertas sempat menghebohkan dan disebut-sebut sebagai teori kebahagiaan versi Einstein. Namun, secara saintifik pun definisi kebahagiaan begitu relatif dari teori relativitas umum yang diciptakan Einstein.

Pada 1915, Albert Einstein mempublikasikan teori umum relativitas yang menyebut soal ruang waktu. Lebih dari satu abad kemudian, teori ini sukses jadi kerangka utama para saintis memahami semesta termasuk memahami lubang hitam, dilatasi waktu, gelombang gravitasi, dan banyak hal lain.
 
Tujuh tahun kemudian, Einstein mengeluarkan satu teori lagi. Kali ini, teori itu tidak dipublikasikan secara ilmiah karena bukan hasil pemikirannya sebagai sebagai seorang fisikawan.
 
Tulisan singkat yang disebut teori kebahagiaan itu merupakan beberapa kata yang Einstein tulis di sebuah kertas tertanda Imperial Hotel in Tokyo, Jepang. Ia memberikan kerta itu kepada seorang pelayan hotel sebagai ganti tip karena Eistein tak punya uang. Kepada lelaki muda pelayan hotel itu, Einstein mengatakan kertas itu akan bernilai mahal satu hari nanti.
 
Einstein benar. Selembar kertas yang disebut teori kebahagiaan Einstein itu terjual seharga 1,56 juta dolar AS dalam lelang para akhir November 2017 lalu. Penjual kertas milik Einstein itu konon adalah kemenakan si pemuda pelayan hotel.
 
Setelah 95 tahun ditulis, pada lelang akhir November lalu akhirnya kalimat itu dibuka ke publik. ''Hidup sederhana dan tenang membawa lebih banyak kebahagiaan dari pada usaha mencapai sukses tanpa rehat,'' demikian tulis Einstein dalam kertas itu.
 
Adalah hal yang menarik mendapati Einstein menulis hal semacam itu. Pada 1922, bersamaan dengan tahun tulisan itu dibuat di Tokyo, Einstein baru saja dikabarkan memenangkan hadiah Novel fisika. Ketenaran mendadak nampaknya melelahkan fisik dan mental Einstein.
 
Tentu saja, para saintis sendiri sangat relatif dalam mendefinisikan kebahagiaan ketimbang teori umum relatifitas sendiri. Salah satu ulasan saintifik soal kebahagiaan yang dinilai cukup bagus pernah diterbitkan pada 2005.
 
Dari ulasan 225 studi tentang kebahagiaan yang dilakukan peneliti University of California Sonja Lyubomirsky bersama timnya menemukan, secara singat kebahagiaan merupakan perilaku yang melahirkan sukses pekerjaan, hubungan dan kesaehatan, dan merupakan hasil afeksi positif yang dimiliki seseorang. Ulasan yang dipublikasikan dalam Psychological Bulletin milik American Psychological Association (APA) itu menyatakan manusia saat ini berlari di treadmill hedonistik.
 
Dalam tulisan terpisah, guru besar psikologi Knox College Illinois, AS, Frank T. McAndrew menyampaikan, orang-orang saat bekerja keras mencapai tujuan, berharap kebahagiaan yang akan dicapai pada ujungnya.
 
''Sayangnya, setelah itu tercapai, kita kembali ke titik nol. Kita mencari lagi dan lagi apa yang membuat kita bahagia selanjutnya,'' kata McAndrew seperti dikutip Live Science, pekan ini.
 
Itu sebabnya, mereka yang berada di 'puncak kebahagiaan' dengan menjadi pengusaha sukses atau selebritis, sering tidak nampak lebih bahagia dibanding orang-orang pada umumnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement