REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Tengku Zulkarnain mengatakan, aparatur desa yang menghalangi proses autopsi jenazah Siyono, terduga teroris yang tewas, di dalam Islam hukumnya zalim.
"Tidak boleh menghalangi proses hukum, karena dapat menghambat atau menghilangkan keadilan," kata Tengku, Jumat (1/4). (Kasus Siyono Dinilai Mengerikan dan Memalukan).
Dia menjelaskan, keluarga memiliki hak untuk mengetahui penyebab tewasnya Siyono. Di dalam Islam sendiri jika membunuh tidak sengaja harus membayar diyat sebanyak seratus ekor unta. Namun jika membunuh secara sengaja, hukumannya adalah dibunuh. Namun itu adalah hukum secara Islam, bukan negara.
"Tentu (pelakunya) harus mengakui bersalah. Makannya untuk mengetahui bersalah atau tidak harus diautopsi," kata dia.
- Aparat Desa yang Usir Keluarga Siyono Melanggar Hukum
- Muhammadiyah Minta Kasus Siyono Diproses Transparan
Dia mengatakan, siapapun yang menghalangi proses hukum dapat terkena hukum pidana. Jika Kepala Desa Pogung, Klaten, Djoko Wijoyo melarang autopsi Siyono, maka dapat terkena hukuman, begitupun seluruh orang yang terlibat.
"Kalau Siyono tidak dibunuh mengapa harus keberatan diautopsi. Misalkan kalau Siyono mati secara alamiah, kok dilarang diautopsi," kata dia.
- Masinton: Kasus Siyono Jadi Catatan Revisi UU Terorisme
- Jaga Makam, Kokam Khawatir Jenazah Siyono Dicuri
Dia menerangkan, tidak ada satupun warga negara Indonesia (WNI) yang dapat melarang proses hukum. Siapapun yang melarang proses hukum dapat ditangkap oleh aparat berwenang. "Undang-Indang Pidana (mengatakan), menghalangi proses hukum kan pidana," kata dia.
Hukum agama dan negara sudah jelas. Yaitu barang siapa menghalangi berdirinya keadilan dapat diadili karena melanggar hukum.
Tengku juga meminta presiden turun tangan untuk membentuk tim investigasi independen untuk mengungkap kasus ini sejelas-jelasnya. Surat Penolakan Autopsi Jenazah Siyono di Pegang Polisi